LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
DAUN PECUT KUDA DAN AKAR SENGGANI
KELOMPOK 5
IRWANSYAH MALLE SRI BULQIES FAISAL
MARIA DP. MARET SRI NITA
NURLAILA SYAMSIR
NURUL HIDAYAH
N. WA ODE
KASMIDA
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja menghilangkan
arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini
yang mengakibatkan harga obat-obatan moderen menjadi mahal. Oleh karena itu
salah satu alternatif pengobatan yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan
tumbuhan berkhasiat obat
di kalangan masyarakat.
Agar peranan obat
tradisional dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dapat ditingkatkan,
perlu dilakukan upaya
pengenalan, penelitian, pengujian
dan pengembangan khasiat
dan keamanan suatu tumbuhan obat. Pengetahuan tentang
tumbuhan obat merupakan warisan
budaya bangsa yang turun-temurun.
Fitokimia
adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang membahas mengenai kandungan kimia
bahan alam. Di dalamnya dipelajari
cara-cara mengekstraksi, mengisolasi dan mengidentifikasi kandungan kimia bahan
alam. Bahan alam adalah salah satu sumber bahan obat berasal
dari darat atau laut yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar
kelestarian penggunaannya dalam masyarakat semakin meningkat. Salah satu pengembangan bahan alam ialah
mempelajari kandungan kimia tersebut.
Tumbuhan obat
mengandung bahan aktif
penting terutama dari
senyawa metabolit sekunder dengan
struktur-struktur yang unik
dan bervariasi, yang dikembangkan lebih
jauh dengan meninjau
hubungan gugus aktif
senyawa dengan reseptor penyakit
dalam tubuh. Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam hayati berdasarkan
sifat dan reaksi khasnya dengan pereaksi
tertentu yaitu alkaloid, terpenoid atau steroid, flavonoid, fenolik, saponindan
kumarin.
Diantara
tumbuhan tersebut, yang sering digunakan sebagai obat adalah tumbuhan senggani
(Melastoma polyanthum D.Don) dan pecut
kuda (Stachytarpheta jamaicensis Vahl).
Secara tradisional daun senggani digunakan sebagai obat untuk mengatasi
gangguan pencernaan (dispepsi),
disentri basiler, diare, hepatitis, keputihan, (leukorea), sariawan, haid berlebihan, wasir darah, pendarahan
rahim, berak darah (melena), keracunan singkong, radang dinding pembuluh darah;
pembekuan (tromboangitis). Sedangkan
pecut kuda digunakan sebagai obat untuk mengobato infeksi dan batu saluran
kencing, sakit tenggorokan karena radang (faringitis),
batuk, rematik dan haid tidak teratur.
Bahan
alam yang diperkirakan mengandung bahan aktif, setelah melalui uji
pendahuluan skrining fitokimia kemudian diekstraksi, selanjutnya
dilakukan KLT (Kromatografi Lapis Tipis).
Dari hasil ini, dapat diminimalkan senyawa yang akan diisolasi lebih
lanjut untuk digunakan sebagai zat aktif dalam berbagai pengobatan.
Senyawa
aktif yang diperoleh diisolasi menggunakan metode KLT
(Kromatografi Lapis Tipis).
Dari hasil isolasi ini, akan diperoleh fraksi-fraksi senyawa yang lebih
mengarah ke senyawa aktifnya. Senyawa yang
diperoleh dimurnikan dari senyawa-senyawa lain yang dapat mengganggu
kestabilannya.
I.2
Maksud Percobaan
a.
Untuk
mengetahui dan memahami metode-metode
ekstraksi secara umum.
b.
Untuk mengetahui dan memahami cara identifikasi
senyawa metabolit sekunder dari suatu tumbuhan obat.
I.3
Tujuan Percobaan
Untuk mengekstraksi senyawa metabolit sekunder
dari daun Pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis Vahl) dan akar Senggani (Melastoma
polyanthum D.Don) dengan menggunakan metode ekstraksi maserasi (daun pecut kuda)
dan refluks (akar senggani) dan identifikasi senyawa metabolit sekunder dengan
metode kromatografi lapis tipis (KLT).
I.4 Prinsip Percobaan
a.
Skrining Fitokimia
Sampel daun pecut kuda dan akar senggani yang telah dibuat infusa dengan
melarutkan 10 gram sampel dalam 100 ml air dan dipanaskan pada suhu 90o
C selama 15 menit, selanjutnya ditambahkan dengan beberapa pereaksi yng cocok
untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam daun
pecut kuda dan akar senggani.
b.
Ekstraksi
Sampel
Sampel
daun pecut kuda diekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi
dengan cara merendam sampel selama 5
x 24 jam menggunakan pelarut metanol dan diaduk tiap pagi dan sore. Dan sampel akar
senggani dengan menggunakan metode refluks dengan cara merendam sampel dengan
pelarut methanol selama 5 menit kemudian dipanaskan didalam labu alas bulat,
pelarut methanol akan menguap dan masuk ke kondensor dan terkondensasi hingga
turun kembali kedalam labu alas bulat yang berlangsung secara berkesinambungan
hingga pelarut berubah enjadi bening (jenuh).
c. Ekstraksi Cair-cair
Ekstrak kental sampel daun
pecut kuda diekstraksi cair-cair dengan menggunakan
corong pisah dengan menggunakan penyari dietil eter dan air dengan perbandingan dietil
eter : air =
1 :
1. Dan ekstrak kental senggani diekstraksi cair-cair dengan menggunakan corong
pisah dengan menggunakan penyari dietil eter dan metanol
dengan perbandingan dietil eter : metanol
= 1 :
1. Hasil dari ekstraksi cair-cair
tersebut kemudian disimpan dalam botol kaca yang telah disediakan untuk
selanjutnya diuji KLT.
d.
Identifikasi
dengan KLT
Hasil dari partisi ekstraksi cair-cair ditotolkan
pada lempeng KLT dan dimasukkan didalam cember sampai pelarut terelusi sempurna
lalu diamati penampakan noda pada UV 254/ 366 nm dan penyemprotan
pereaksi H2SO4 10%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Ringkas
II.1.1
Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia dilakukan melalui beberapa tahap, meliputi :
II.1.1.1
Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam
suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada bagian tanaman yang
digunakan, umur tanaman yang digunakan., waktu panen. Dan ingkungan tempat
tumbuh.
Waktu panen
sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman
yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut
mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
II.1.1.2
Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari
akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah
mikroba awal.
II.1.1.3
Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya
air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat
yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan
25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali,
jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian
tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang
digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian
sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya jika air
yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat menipercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter
dan Escherishia. Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan
pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian
besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan
yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya
dilakukan dengan tepat dan bersih.
II.1.1.4
Perajangan
Beberapa jenis bahan
simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan
utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis
juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh
karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan
bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah
berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak
bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar
matahari selama satu hari.
II.1.1.5
Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah
untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan
dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan
reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang
masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad reniklainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih
dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama
bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan
yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni
proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang
segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan
dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses
stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim
dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau dengan
mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi
enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Hal-ha1 yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada
pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik.
Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus
diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami
kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya “Face hardening”, yakni
bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini
dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu
pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam
ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat
pengeringan selanjutnya. “Face hardening”
dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang
dikeringkan.
Suhu pengeringan
tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat
dikeringkan pada suhu 30o sampai 90° C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara
pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau
lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.
Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya
dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
a. Pengeringan
Alamiah
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang
dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
1)
Dengan
panas sinar matahari langsung
Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian
tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan
rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar
matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah
dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah
dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang
terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan
pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya
baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta
tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu
pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk
tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. FTDC (Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat
suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut
ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini
kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di
atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat
ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan
demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
2)
Dengan
diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
b. Pengeringan
Buatan
Kerugian
yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat
atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat
diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan
oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara
panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan
yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan
prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan
murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan
pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena
pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan
waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh
simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat
pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6
sampai 8 jam.
II.1.1.6 Sortasi Kering
Sortasi setelah
pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan
sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang
tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal
pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk
kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat
dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering
jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang.
Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain
yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia.
II.1.1.7 Penyimpanan dan Pengepakan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan
dan pengepakan simplisia adalah sebagai berikut :
a. Pengawetan
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga
atau cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau
pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan
sisa yang membahayakan kesehatan.
b. Wadah
Wadah adalah tempat
penyimpanan artikel dan dapat berhubungan langsung atau tidak langsung dengan
artikel. Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah yang langsung berhubungan
dengan artikel sepanjang waktu. Sedangkan wadah yang tidak bersentuhan langsung
dengan artikel disebut wadah sekunder.
Wadah dan sumbatnya tidak
boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara fisika maupun
kimia, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya
hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat
dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan
distribusi.
c. Suhu
Penyimpanan
Dingin : Suhu
tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin mempunyai suhu antara 20C– 80C,
sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -200C dan -100C.
Sejuk : Suhu
antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus di simpan pada
suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin.
Suhu kamar : Suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali
adalah suhu yang di atur antara 150C dan 300C.
Hangat : Hangat adalah suhu
antara 300C dan 400C.
Panas
berlebih : Panas berlebih adalah suhu
di atas 400C.
d. Tanda
dan Penyimpanan
Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang
medali berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari terkunci.
Semua simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar
narkotika, diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam lemari terkunci.
e. Kemurnian
Simplisia
Persyaratan simplisia
nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada simplisia yang diperdagangkan,
tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan atau isolasi minyak
atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi
persyaratan tersebut.
Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari
simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing–masing
monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.
f.
Benda Asing
Simplisia nabati dan
simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari
cemaran mikro organisme, serangga dan binatang lain maupun kotoran hewan.
Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir,
atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati harus
dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah
maupun benda anorganik asing.
Dalam
perdagangan, jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut atau tercampur
bagian lain, maupun bagian asing, yang biasanya tidak mempengaruhi simplisianya
sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung bahan asing atau sisa yang beracun
atau membahayakan kesehatan. Bahan asing termasuk bagian lain tanaman yang
tidak dinyatakan dalam paparan monografi.
II.1.2 Uji Pendahuluan (Skrining Fitokimia)
II.1.2.1 Preparasi Sampel
Sampel ditumbuk
halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25 menit,
untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah dipanaskan
kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak dari sampel.
II.1.2.2 Skrining Fitokimia
a. Uji Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram
kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan
9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit.
Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
1)
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan
putih/kuning.
2)
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan
coklat-hitam.
3)
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan
merah bata. Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit
dua atau tiga dari percobaan diatas.
b.
Uji Flavonoida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 gram
kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring
dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu
ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol,
dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah,
kuning dan jingga pada lapisan amil.
c.
Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air
suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak
berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi Besi
(III) Klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya.
d.
Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau busa yang selama tidak
kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes larutan HCl 2 N,
apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
e.
Uji
Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 gram sampel imaserasi dengan 20 ml
n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat. Timbul warna ung atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru
menunjukkan adanya steroida triterpenoida.
II.1.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia
yang terdapat dalam.
Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat
akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
II.1.3.1 Maserasi
Metode
maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama beberapa hari pada temperatur yang terlindung oleh cahaya.
Maserasi dilakukan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang
mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung bahan yang mudah mengembang
dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lan-lain.
Maserasi
biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam waktu selama 3 hari
sampai bahan-bahan yang larut , melarut. Pada umumnya maserasi dilakukan dengan
cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam
bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5
hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan penyari secukupnya,
diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian.
Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2
hari kemudian endapan dipisahkan.
Macam-macam maserasi :
1) Maserasi digesti
Maserasi yang dilakukan dengan
menggunakan pemanasan lemah suhu 40-500C, untuk komponen kimia yang
tahan terhadap pemanasan.
2) Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang dapat
berputar terus menerus dapat mempercepat proses ekstraksi sehingga dalam waktu
6-24 jam maserasi dapat selesai.
3) Maserasi remaserasi
Maserasi remaserasi adalah penyarian
yang dilakukan dengan mambagi dua cairan penyari yang digunakan kemudian
seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah
dienap tuangkan dan diperas ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari
kedua.
4) Maserasi melingkar
Maserasi melingkar adalah penyarian yang
dilakukan dengan menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar
(berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata.
5) Maserasi melingkar bertingkat
Maserasi melingkar bertingkat adalah sama dengan maserasi melingkar tapi
pada maserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan beberpa bejana penampungan
sehingga tingkat kejenuhan cairan penyari setiap bejana berbeda-beda.
Prinsip maserasi
adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya
tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi
dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang
diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna.
II.1.3.2 Refluks
Metode
Reflux merupakan metode ektraksi cara panas (membutuhkan pemanasan pada
prosesnya), secara umum pengertian refluks sendiri adalah ekstraksi dengan
pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut yang ralatif konstan dengan adanya pendingin balik. Ekstraksi
dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan.
Metode refluks dalam ilmu
kimia digunakan untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik.
Umumnya digunakanuntuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguap atau
volatile. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan
menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Umumnya metode refluks
dilakukan dengan pemanasan suhu tinggi tanpa ada zat yang
dilepaskan. Tabung kondensor dihubungkan dengan selang berisi air dingin.
Selang air masuk ada di bagian bawah dan selang air keluar di bagian atas. Pada
rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu proses heating, evaporating,
kondensasi dan coolong. Heating terjadi pada saat feed dipanaskan di labu
didih, evaporating ( penguapan ) terjadi ketika feed mencapai titik didih dan
berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor dalam.
Cooling terjadi di dalam ember, di dalam ember kita masukkan batu es dan air ,
sehingga ketika kita menghidupkan pompa, air dingin akan mengalir dari bawah
menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah kondensor bukan dari atas
agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air terisi penuh.
Proses yang terakhir adalah kondensasi ( Pengembunan ), proses ini terjadi di
kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap
panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini menyebabkan
penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk menjadi liquid
kembali.
Prosedur
dari sintesis dengan metode refluks adalah Semua reaktan atau bahannya
dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan batang magnet
stirer setelah kondensor pendingin air terpasang Campuran diaduk dan direfluks
selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan pada
penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi. Pelarut akan
mengekstraksi dengan panas, terus akan menguap sebagai senyawa murni dan
kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun lagi ke wadah, pengekstraksi lagi.
Demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyaringan
sempurna. Penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3 – 4 jam.
Prinsip
dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada
suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang
tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam
wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas
oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa
anorganik karena sifatnya reaktif.
Keuntungan
dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang
mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugian
dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator.
II.1.4 Partisi Ekstrak (Ekstraksi Cair-cair)
Ekstraksi cair - cair merupakan suatu metode ekstraksi yang
menggunakan corong pisah sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong
pisah.
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan
pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling
bercampur kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut
organik, dan pelarut air dimana sebagian
komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua.
Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen
kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat
kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam
ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran
antara dua fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang tak tercampur. Corong
pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola, mempunyai penyumbat di
atasnya dan di bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam laboratorium
terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon.
Ukuran corong pemisah bervariasi antara 50 ml sampai 3 L. Dalam skala industri,
corong pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan
kedalam corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian
ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.
Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang
berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase
berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan
ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.
Umunya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa
organiklipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroforom, ataupun
etilasetat. Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut
yang memiliki atom dari unsur halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot
dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara
fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan
golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang
bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke
pelarut non polar.
Terjadinya proses pemisahan dapat dengan cara :
1) Adsorpsi - Adsorpsi komponen atau
senyawa diantara permukaan padatan dengan cairan (solid liquid interface) -
Agar terjadi pemisahan dengan baik, maka komponen-komponen tersebut harus
mempunyai afinitas yang berbeda terhadap adsorben dan ada interaksi antara
komponen dengan adsorben
2) Partisi - Fase diam dan fase gerak
berupa cairan yang tidak saling bercampur - Senyawa yang akan dipisahkan akan
berpartisi antara fase diam dan fase gerak.
Karena fase diam memberikan daerah yang sangat luas bagi
fase gerak, maka pemisahan berlangsung
lebih baik.
Prinsip ekstraksi cair-cair adalah dilakukan dengan cara pemisahan komponen kimia
diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian komponen
larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua. Lalu kedua fase
yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair dan komponen kimi yang
terpisah.
II.1.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa
organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik – organik, dan
bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang
harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan serendah beberap mikrogram atau
setinggi 5 gram dapat ditangani, bergantung pada alat yang ada gejala
kromatografi yang terlibat. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian pelarut dan
cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda
(saling membandingkan langsung cuplikan praktis).
Pada hakikatnya KLT
melibatkan dua peubah: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak
atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang
berfungsi sebagai permukaan penjerap (Kromatografi cair padat) atau berfungsi
sebagai penyannga untuk lapisan zat cair (kromatorafi cair-cair). Fase diam KLT sering disebut penjerap, walaupun
berfungsi sebagai penyannga untuk zat cair di dalam sistem kromatigrafi
cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dan telah dipakai sebagai penjerap
pada KLT, tetapi kita akan membatasi pembahasan kita pada empat penjerap yang paling
umum dipkai yaitu silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida),keiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fase gerak dapat berupa hampir
segala macam pelarutatau campuran pelarut.
Prinsip
dari KLT adalah pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip
adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak
(eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap
adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia
dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya,
hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
Pada
metode KLT proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya
partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yangakan bergerak
mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serapan adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga
hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Prinsip
Penampakan Noda
a. Pada UV
254 nm
Pada UV
254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nmadalah karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan indicator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar
ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula sambil
melepaskan energy.
b. Pada UV
366 nm
Pada UV
366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan
noda pada UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan
gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut.
Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisis cahaya yang dipancarkan oleh
komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar
ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula sambil
melepaskan energy sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang
karena silica gel yang digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366 nm.
c. Penyemprotan
H2SO4
Jika noda tidak Nampak pada
UV 254 nm dan UV 366 nm selanjutnya akan disemprotkan dengan larutan H2SO4
10%. Dibiarkan beberapa saat hingga kering kemudian dipanaskan diatas pemanas
listrik hingga diperoleh warna noda yang stabil, noda-noda yang tampak digambar
dan dihitung nilai Rf-nya.
II.2
Uraian Bahan
II.2.1 Air Suling
Nama resmi : AQUADESTILLATA
Nama lain : Air suling, aquadest
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : Cairan jernih tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
II.2.2 Asam Asetat
Nama resmi : ACIDUM
ACETICUM
Nama lain : Asam asetat, cuka
RM/BM : CH3COOH / -
Pemerian : Cairan jernih tidak
berwarna, bau menusuk, rasa asam dan tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan
air, dengan etanol (95%)p dan dengan
gliserol p
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat
tambahan, pereaksi
II.2.3 Asam Klorida
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
RM/BM :
HCl / 36,46
Pemerian : Cairan tidak
berwarna,berasap,bau merangsang.jika diencerkan dengan 2 bagian air,asap dan
bau hilang
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam.
II.2.4 Asam Nitrat
Nama
Resmi : ACIDUM
NITRICUM
Nama
Lain : Asam Nitrat
RM /
BM : HNO3 / 63,01
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas,
rasa asam tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol dan gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan pereaksi
II.2.5 Asam
Sulfat
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
RM/BM : H2SO4 / 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti
minyak,korosif,tidak berwarna,jika di tambahkan kedalam air menimbulkan panas
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut/pereaksi sampel
II.2.6 Bismuth
subnitrat
Nama resmi : BISMUTHI SUBNITRAS
Nama lain : Bismuth subnitrat
RM/BM : BiNO3 / -
Pemerian : Serbuk hablur renik: putih,tidak berbau,tidak
berasa,berat.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam pelarut
organic.Larut sempurna dala asam klorida p dan dalam asam nitrat p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,terlindung dari cahaya.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan pereaksi
II.2.7 Dietil Eter
Nama resmi : DIETIL ETER
Nama lain : Dieti, eter
RM/BM : C2H5O
/ -
Jarak didih : Tersuling sempurna pada suhu antara 340C dan 360C.
Kegunaan : Sebagai
pelarut
II.2.8 Hidrargirum (II) klorida
Nama
Resmi : HYDRARGRYI BICHLORIDUM
Nama
Lain : Merkurium (II) Klorida
RM /
BM : HgCl2 / 271,52
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau, berat
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dalam 2,1 bagian
Air mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian etanol (95%) P,
mendidih, dalam 20 bagian eter P dan dalam 15 bagian gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai zat tambahan pereaksi
II.2.9 Iodium
Nama resmi : IODIUM
Nama lain : Iodium
RM/BM : I2 / 126,91
Pemerian : Keping atau butir, berat,
mengkilat, seperti logam, hitam kelabu, bau khas
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Kegunaan :
Sebagai zat tambahan pereaksi
II.2.10
Kalium Iodida
Nama resmi : KALII
IODIDUM
Nama lain : Kalium iodida
RM/BM : KI / 166,0
Pemerian : Hablur heksahedral,
transparan, tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran putih, higroskopik
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai zat tambahan pereaksi
II.2.11
Metanol
Nama
resmi : METANOLUM
Nama
lain : Methanol
RM/BM : CH2OH / -
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau
khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan
air membentuk
cairan
jernih tidak berwarna.
Kegunaan : Sebagai pelarut
II.2.12
n-Heksan
Nama
remi : HEXAMINUMUM
Nama
lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4
/ 140,19
Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa membakar, manis kemudian agak pahit. Jika dipanaskan dalam suhu ±260º C menyublim.
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam
12,5 ml etanol (95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
II.2.13 Pereaksi Besi (III) Klorida
Nama resmi : FERROS CHLORIDUM
Nama lain : Besi (II) Klorida
RM/BM : FeCl3 / 162,2
Pemerian hablur : Hitam kehijauan,bebas warna jingga dari garam
hudrat yang telah
telah terpengaruh oleh kelembapan.
Kelarutan : Larut dalam air,larutan beropalesensi berwarna jingga.
Kegunaaan : Sebagai pereaksi
II.2.14 Pereaksi
Bouchardat
Komposisi:
Dalam 100 ml air mengandung:
Iodium 2 gram
Kalium
Iodida 4 gram
II.2.15
Pereaksi Dragendrof
Komposisi: Dalam 100 ml air mengandung:
Bismuth
Subnitrat 8 gram
Asam Nitrat 20 ml
Kalium Iodida 27,2
gram
II.2.16
Pereaksi Mayer
Komposisi: Dalam 100 ml air mengandung:
Hidrargirum
(II) Klorida 1,36 gram
Kalium
Iodida 5 gram
II.3 Uraian Tanaman
II.3.1 Pecut kuda
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Familia : Verbenaceae
Genus : Stachytarpheta
Spesies
: Stachytarpheta jamaicensis Vahl
b.
Morfologi
Tanaman
tahunan, tegak, tinggi 20-90 cm. Daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan.
Helaian daun berbantuk bulat telur, pangkal menyempit, ujung runcing, tepi
bergerigi, permukaan jelas berlekuk-lekuk, panjang 4-8 cm, lbar 3-6 cm,
berwarna hijau tua. Bunga majemuk tersusun dalam poros bulir yang memanjang,
seperti pecut, panjangnya 1-20 cm. Bunga mekar dalam waktu yang berbeda, ukuran
kecil, berwarna ungu, jarang berwarna putih. Buah berbentuk garis, berbiji dua.
Biji berbentuk jarum, berwarna hitam. Untuk jenis Stachytarpheta jamaicensis indica Vahl, tingginya mencapai 2 meter,
dipelihara sebagai tanaman pagar dan mempunyai khasiat obat yang sama dengan
jenis Stachytarpheta jamaicensis Vahl.
Pecut kuda dapat diperbanyak dengan biji.
c. Kandungan
Pecut Kuda mengandung senyawa aktif
dalam bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin,
saponin, triterpenoid, akirantin, dan lain-lain. Terpenoid dalam tumbuhan Pecut kuda antara lain berupa minyak atsiri yang
menyebabkan bau yang khas pada tumbuhan. Steroid yang ditemukan dalam jaringan
tumbuhan disebut fitosterol, Senyawa ini tidak hanya bekerja menolak beberapa
serangga tetapi juga menarik beberapa serangga lain . Saponin adalah suatu glikosida, Saponin juga
bersifat bisa menghancurkan butir darah merah lewat hemolisis, bersifat racun
bagi hewan berdarah dingin, dan banyak di antaranya digunakan sebagai racun
ikan. saponin dapat dibagi dua macam, yaitu tipe steroid dan tipe tritepenoid.
Semua saponin mengakibatkan hemolisis. senyawa inilah yang dimungkinkan dapat menyebabkan
keguguran pada wanita hamil yang mengonsumsi obat pecut kuda. Triterpenoid biasanya terdapat dalam daun ,
berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Alkaloid sering kali dikenal karena pengaruh
fisiologinya.
d. Manfaat
Tanaman pecut kuda yang
mengandung beberapa senyawa penting tersebut bisa dimanfaatkan sebagai obat
herbal, diantaranya sebagai pembersih darah, antiradang, peluruh kencing (diuretik),
pengobatan radang tenggorokan, batuk, pengobatan keputihan, dan pengobatan
hepatitis A.
II.3.2 Senggani
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub-divisi : Spermatophyta
Kelas : Magniliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Melastomataceae
Genus : Melastoma
Species : Melastomae
polyanthum D. Don
b.
Morfologi
Senggani tumbuh liar pada tempat-tempat
yang mendapat cukup sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar,
lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah obyek wisata sebagai
tanaman hias. Tumbuhan ini bisa ditemukan sampai ketinggian 1.650 m dpl.
Perdu, tegak, tinggi 0,5 - 4 m, banyak bercabang, bersisik dan berambut. Daun
tunggal, bertangkai, letak berhadapan bersilang. Helai daun bundar telur
memanjang sampai lonjong, ujung lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan
berambut pendek yang jarang dan kaku sehingga teraba kasar dengan 3 tulang daun
yang melengkung, panjang 2 - 20 cm, lebar 0,75 - 8,5 cm, warnanya
hijau. Perbungaan majemuk keluar di ujung cabang berupa malai rata dengan
jumlah bunga tiap malai 4 - 1 8, mahkota 5, warnanya ungu kemerahan. Buah masak
akan merekah dan berbagi dalam beberapa bagian, warnanya ungu tua kemerahan.
Biji kecil-kecil, warnanya cokelat. Buahnya dapat dimakan, sedangkan daun muda
bisa dirnakan sebagai lalap atau disayur. Perbanyakan dengan biji.
c. Kandungan
Tumbuhan senggani mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit
sekunder, seperti saponin, flavonoid, pseudouridin, uridin -5'- monofosfat dan
sitidin 5'- monofosfat, dan tanin. Bunga senggani mengandung senyawa
naringenin, kaempferol, kaempferol-3-Odglukosida.
d.
Manfaat
Salah satu tumbuhan berkhasiat obat, yang dikenal
masyarakat adalah tumbuhan senggani (Melastoma polyanthum D. Don) dari
suku Melastomaceae. Tumbuhan ini berkhasiat sebagai penurun panas, penghilang rasa sakit, peluruh
urin, penghilang bengkak, pelancar aliran darah, penghenti pendarahan,
mengatasi gangguan pencernaan, mengatasi hepatitis, mengatasi keputihan, dan
memperlancar air susu ibu.
Selain itu, akar berkhasiat sebagai jamu setelah bersalin dan obat sakit
gigi, daunnya bermanfaat untuk mengatasi diare, disentri, tonikum, bahan
pewarna, cacar, dan berguna untuk wanita setelah bersalin.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan Yang Digunakan
III.1.1 Alat
yang digunakan
a. Pengambilan
Sampel
Adapun alat yang digunakan pada pengambilan sampel
adalah kantong plastik, parang, pisau/cutter, gunting, keranjang, kertas koran,
dan timbangan.
b. Uji
pendahuluan (Skrining fitokimia)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses skrining
fitokimia adalah erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, sendok tanduk, dan tabung
reaksi.
c. Ekstraksi
(maserasi)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses maserasi
adalah batang pengaduk, cawan porselin, lakban hitam, dan toples.
d. Ekstraksi
(refluks)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses refluks
adalah baskom, bunzen, penyangga kaki tiga, kaleng biscuit, kasa asbes,
kelereng, klem dan statif, kondensor, labu alas bulat, mesin pompa air
aquarium, dan selang kecil.
e. Partisi
ekstrak (Ekstraksi cair-cair)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses ekstraksi
cair-cair adalah botol sampel 10 ml, corong pisah, gelas arloji, gelas ukur,
klem dan statif, dan pipet tetes.
f. KLT
(Kromatografi Lapis Tipis)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses KLT adalah
cember dan penutup kaca, lampu UV 254 nm, lempeng silica gel, oven, dan pipet
kapiler.
III.1.2 Bahan yang digunakan
Bahan-bahan
yang digunakan antara lain:
a.
Alumunium foil
b.
Aquadest (H2O)
c.
Asam asetat (CH3COOH)
d.
Asam klorida (HCl)
e.
Asam nitrat (HNO3)
f.
Asam sulfat (H2SO4)
g.
Bismuth subnitrat (BiNO3)
h.
Dietil eter (C2H5O)
i.
Hidrargirum (II) klorida (HgCl2)
j.
Iodium (I2)
k.
Kalium iodida (KI)
l.
Kertas saring
m.
Methanol (CH2OH)
n.
n-Heksan (C6H12N4)
o.
Pereaksi Besi (III) Klorida (FeCl3)
p.
Simplisia akar Senggani (Melastoma polyanthum D.Don)
q.
Simplisia daun Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis Vahl)
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Pengambilan Sampel
a.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pengambilan sampel seperti parang, pisau/cutter, gunting, kantong plastik,
keranjang dan kertas koran.
b.
Diambil sampel tanaman mulai pukul 07.00 sampai 10.00.
c.
Untuk daun pecut kuda, dipetik daunnya menggunakan
tangan dan untuk akar senggani, ditarik batang perlahan-lahan sampai batang
tercabut bersama dengan akar.
d.
Dilakukan sortasi basah terhadap sampel yang telah diambil
untuk memisahkan sampel dengan bagian tumbuhan lain maupun benda asing yang
ikut.
e.
Ditimbang sampel untuk mengetahui bobot basah sampel
(sebelum pengeringan).
f.
Dicuci sampel menggunakan air mengalir sampai bersih.
g.
Dilakukan perajangan dengan cara sampel dipotong
kecil-kecil untuk memudahkan saat proses pengeringan.
h.
Dikeringkan sampel, untuk daun pecut kuda cukup
diangin-anginkan dan untuk akar senggani dijemur dibawah sinar matahari.
i.
Setelah sampel kering kemudian dilakukan sortasi
kering untuk memisahkan sampel dari benda asing yang mengikut.
j.
Ditimbang bobot kering sampel lalu dihitung kadar air
dari masing-masing sampel.
k.
Dilakukan pengepakan dan penyimpanan.
III.2.1 Uji Pendahuluan
(skrining fitokimia)
a. Preparasi Sampel
Sampel
ditumbuk halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25
menit, untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah
dipanaskan kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak
dari sampel.
b. Skrining Fitokimia
1)
Uji Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang
sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air
selama 2 menit. Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan
berikut :
·
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan
putih/kuning.
·
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan
coklat-hitam.
·
Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan
merah bata. Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit
dua atau tiga dari percobaan diatas.
2)
Uji Flavonoida
Serbuk simplisia ditimbang
sebanyak 10 gram kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5
menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil
5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil
alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna
merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.
3)
Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram sampel disari
dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling
sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes
pereaksi Besi (III) Klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin.
4)
Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gram sampel
dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas,
didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau
busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1
tetes larutan HCl 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
5)
Uji
Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 gram
sampel imaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan
dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1
tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ung atau merah kemudian berubah menjadi
hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida.
III.2.2 Maserasi
a. Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Ditimbang
simplisia daun Pecut kuda kemudian dimasukkan kedalam toples.
c. Dimasukkan
methanol kedalam toples yang telah berisi daun pecut kuda hingga semua
simplisia terendam 5 cm diatas simplisia dan dibiarkan selama 15 menit agar
semua simplisia basah oleh methanol lalu ditutup.
d. Diaduk
simplisia setiap pagi hari selama beberapa menit.
e. Setelah 5
x 24 jam, disaring simplisia menggunakan kertas saring lalu hasil saringan
(ekstrak methanol daun pecut kuda) dituang kedalam piring kaca pyrex lalu
diangin-anginkan menggunakan kipas angin hingga diproleh ekstrak kental.
III.2.3 Refluks
a.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Dibuat rangkian alat refluks menggunakan klem dan
statif, kondensor, labu alas bulat, bunzen, kasa asbes, kaleng biscuit,
penyangga kaki tiga, selang kecil dan mesin pompa air aquarium.
c.
Simplisia akar senggani yang telah kering ditimbang
kemudian dimasukkan kedalam labu alas bulat setelah itu dimasukkan kelereng.
d.
Diisi labu alas bulat yang berisi akar senggani dengan
methanol sampai semua akar senggani tersebut terendam hingga 5 cm diatas akar
senggani, lalu dibiarkan selama 15 menit agar semua akar senggani basah oleh
methanol.
e.
Dimasukkan labu alas bulat kedalam kaleng biscuit yang
berisi setengah air, kemudian sambungkan labu alas bulat dengan kondensor lalu
dipasang diklem dan statif agar dapat berdiri diatas bunzen menggunakan
penyangga kaki tiga.
f.
Dipanaskan simplisia akar senggani selama 3-4 jam,
simplisia akan terekstraksi secara berkesinambungan. Setelah itu diganti
pelarut methanol yang telah mengekstraksi akar senggani (pelarut telah berwarna
agak kuning) dengan pelarut methanol yang baru (pelarut masih bening). Dan
begitu seterusnya hingga simplisia tidak dapat diekstraksi lagi yang ditandai
dengan tidak adanya perubahan warna dari methanol setelah 3 jam dipanaskan.
g.
Hasil ekstrak methanol akan senggani kemudian dituang
kedalam piring kaca pyrex lalu diangin-anginkan dengan menggunakan kipas angin
hingga diperoleh ekstrak kental.
III.2.4 Partisi ekstrak
(Ekstraksi cair-cair)
a.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Diambil sedikit ekstrak kental dari simplisia yang
telah diekstraksi lalu dilarutkan dengan sedikit methanol.
c.
Dimasukkan kedalam corong pisah lalu dimasukkan 2
pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbendingan 1 : 1, untuk ekstrak daun
pecut kuda menggunkan pelarut air dan dietil eter, sedangkan untuk ekstrak akar
senggani menggunakan pelarut methanol dengan dietil eter.
d.
Dikocok corong pisah selama 15 menit kemudian dipasang
pada klem dan statif agar dapat berdiri sehingga memudahkan saat proses
pemisahan pelarut.
e.
Didiamkan selama beberapa menit hingga 2 pelarut
benar-benar terpisah.
f.
Dikeluarkan pelarut dimulai dari yang berada dilapisan
bawah dan dimasukkan kedalam botol kaca 10 ml. kemudian dilanjutkan dengan
pelarut lapisan atas yang dikeluarkan dan dimasukkan kedalam botol kaca yang
berbeda lalu diberi label.
III.2.5 Kromatografi Lapis
Tipis
a.
Preparasi KLT
1)
Dibuat 2 lempeng dengan ukuran 3 x 7 cm.
2)
Diberi ukuran pada lempeng dengan tinggi batas garis
bawah 1 cm, tinggi badan 5,5 cm, dan
tinggi batas garis atas 0,5 cm.
3)
Diaktifkan lempeng didalam oven pada suhu 110° - 115°C
selama 15 menit.
4)
Lempeng siap digunakan.
b.
Pembuatan Eluen
1)
Dibuat 2 macam eluen, yaitu polar dan non polar.
2)
Eluen polar dibuat dengan menggunakan pelarut air :
dietil eter dengan perbandingan 3 : 1 (air 7,5 ml dan dietil eter 2,5 ml).
3)
Eluen non polar dibuat dengan menggunakan pelarut
dietil eter : air dengan perbandingan 3 : 1 (dietil eter 7,5 ml dan air 2,5
ml).
c.
Penjenuhan cember
1)
Disiapkan cember dan penutup kaca.
2)
Cember diisi dengan eluen yang digunakan (digunakan 2
cember untuk eluen polar dan non polar).
3)
Dimasukkan potongan kertas saring yang panjangnya
lebih dari tinggi cember kemudian ditutup dengan tutup kaca.
4)
Dibiarkan hingga eluen naik dikertas saring hingga
melewati penutup kaca (cember dinyatakan jenuh).
d.
Penotolan
sampel pada lempeng
1)
Disiapkan alat dan bahan.
2)
Dilarutkan ekstrak dengan menggunakan perbandingan
pelarut yang digunakan pada ECC.
3)
Diambil masing-masing ekstrak dengan menggunakan pipet
kapiler kemudian ditotolkan pada lempeng yang telah disiapkan (pada garis bawah
lempeng).
4)
Lempeng yang telah ditotol dianginkan sebentar untuk
menguapkan pelarutnya lalu dimasukkan kedalam cember yang telah jenuh.
5)
Bila eluen telah mencapai batas atas dari lempeng
silica gel maka lempeng tersebut dapat dikeuarkan menggunakan pinset.
e.
Penampakan noda dengan UV 254 nm/366 nm.
1)
Setelah proses KLT dilakukan, maka silica gel
diletakkan dibawah lampu UV 254 nm.
2)
Diamati noda yang nampak.
f.
Penampakan noda dengan larutan H2SO4
10%.
1)
Setelah penampakan noda pada UV, dilakukan penampakan
noda dngan larutan H2SO4 10%.
2)
Disemprotkan lempeng dengan H2SO4
10% (biasaya ada noda yang tidak nampak pada UV nampak pada H2SO4
10%).
3)
Diamati noda yang nampak lalu dihitung nilai Rf-nya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Hasil Pengamatan
IV.1.1 Uji Pendahuluan (Skrining Fitokimia)
Sample
|
Uji
|
|||
No
|
Pengujian
|
Daun
pecut kuda
|
Akar senggani
|
Gambar
|
1.
|
Flavonoid
|
+
|
+
|
|
2.
|
Tanin
|
-
|
+
|
|
3.
|
Saponin
|
+
|
+
|
|
4.
|
Steroid
|
+
|
-
|
Keterangan: ( + ) = sampel positif, mengandung metabolit
sekunder tersebut
( - ) =
sampel negative, tidak mengandung metabolit sekunder tersebut
IV.1.2 Hasil Ekstraksi
No
|
Ekstraksi
|
Gambar
|
1.
|
Maserasi (Polar)
|
|
2.
|
Maserasi (Non Polar)
|
|
3.
|
Refluks (Polar)
|
|
4.
|
Refluks (Non Polar)
|
IV.1.3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
No
|
Nama Sampel
|
Eluen
|
Gambar
|
1.
|
Daun
pecut kuda
|
·
Air
: Dietil eter 3 : 1 (polar)
·
Dietil eter : Air 3 : 1 (non polar)
|
|
2.
|
Akar
senggani
|
·
Air
: Dietil eter 3 : 1 (polar)
·
Dietil eter : Air 3 : 1 (non polar)
|
IV.2 Perhitungan
Rf = Jarak yang ditempuh oleh
senyawa
Jarak
yang ditempuh oleh pelarut
a.
Daun Pecut Kuda
1)
Eluen Polar
(Air : Dietil eter = 3 : 1)
(A) Rf1 = 0,3 cm
= 0,05 (D) Rf1 = 0,3 cm
= 0,05
5,5 cm 5,5 cm
Rf2 = 1,2 cm
= 0,21 Rf2 = 0,9 cm
= 0,16
5,5 cm 5,5 cm
Rf3 = 3,3 cm
= 0,6 Rf3 = 5,1 cm
= 0,92
5,5 cm 5,5 cm
2)
Eluen Non
Polar (Air : Dietil eter = 1 : 3)
(A)
Rf1 = 2,9 cm
= 0,52 (D) Rf1 = 1,0 cm
= 0,18
5,5 cm 5,5 cm
Rf2 = 3,8 cm
= 0,69 Rf2 = 1,3 cm
= 0,23
5,5 cm 5,5 cm
Rf3 = 1,8 cm
= 0,32
5,5 cm
Rf4 = 3,8 cm
= 0,69
5,5 cm
Rf5
= 5,1 cm =
0,92
5,5 cm
b.
Akar Senggani
1)
Eluen Polar
(Air : Dietil eter = 3 : 1)
(M) Rf1 = 4,0 cm
= 0,72 (D) Rf1 = 2,3
cm =
0,41
5,5 cm 5,5 cm
Rf2 = 5,0 cm
= 0,9
5,5 cm
2)
Eluen Non
Polar (Air : Dietil eter = 1 : 3)
(M) Rf1 = 1,3 cm
= 0,23 (D) Rf1 = 1,2
cm =
0,21
5,5 cm 5,5 cm
Rf2 = 3,8 cm
= 0,25 Rf2 = 4,5 cm
= 0,81
5,5 cm 5,5 cm
Rf3 = 4,2 cm
= 0,76 Rf3 = 5,2 cm
= 0,94
5,5 cm 5,5 cm
Rf4 = 5,2 cm
= 0,94
5,5 cm
Keterangan :
(A) = Pelarut Air
(D) = Pelarut Dietil eter
(M) = Pelarut Metanol
IV.3
Pembahasan
Sampel yang digunakan yaitu daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis Vahl) dan
akar senggani (Melastoma polyanthum D.Don). Pada proses pengambilan sampel, sampel
dipanen padapagi hari mulai pukul 07.00
sampai 10.00, hal ini dilakukan karena pada saat itu tumbuhan masih aktif dalam
melakukan fotosintesis sehinggan hasil metabolisme dalam tumbuhan tersebut
banyak. Cara panen untuk daun dilakukan dengan cara dipetik menggunakan tangan
agar tidak merusak jaringan atau sel tanaman, dan untuk akar dilakukan dengan cara
menarik batang perlahan-lahan sampai batang terangkat bersama akar, hal ini
dilakukan untuk menghindari putusnya akar saat proses pencabutan. Kemudian
dilanjutkan dengan sortasi basah untuk memisahkan sampel dari tumbuhan lain
atau benda asing yang mengikut. Setelah itu semua sampel dicuci menggunakan air
mengalir agar kotoran-kotoran yang tidak hilang saat sortasu kering dapat ikut
bersama dengan air mengalir dan tidak kembali lagi pada sampel. Setelah semua
sampel bersih kemudian sampel dirajang dengan cara dipotong kecil-kecil
menggunakan gunting untuk daun dan parang untuk akar untuk memudahkan saat
proses pengeringan karena semakin kecil luas permukaan maka semakin cepat pula
proses pengeringannya. Setelah itu
sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk daun karena daun memiliki
tekstur lunak yang dikhawatirkan akan
rusak bersama dengan kandungan zat aktifnya saat dijemur dibawah sinar matahari langsung dan untuk akar senggani
dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari langsung karena akar
senggani memiliki tekstur keras sehingga tidak rusak jika dikeringkan dibawah
sinar matahari langsung, hal ini juga dapat membantu mempercepat proses
pengeringan. Sampel yang telah kering kemudian disortasi kering untuk
memisahkan benda asing yang mengikut pada sampel saat proses pengeringan,
selanjutnya sampel dimasukkan dalam wadah yang aman lalu disimpan ditempat yang
aman dari serangga, tikus, paparan sinar matahari langsung dan tidak lembab.
Simplisia
yang telah kering kemudian diuji kandungannya melalui uji pendahuluan untuk
mengidentifikasi senyawa apa yang terkandung dalam simplisia tersebut. Setelah
melalui uji pendahuluan (skrining fitokimia) diperoleh hasil bahwa zat yang
terkandung dalam daun pecut kuda adalah flavoniod, saponin dan steroid.
Sedangkan pada akar senggani diperoleh hasil bahwa zat yang terkandung dalam
akar senggani adalah flavonoid, tannin dan saponin.
Sampel daun pecut kuda diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dan akar senggani diekstraksi
dengan menggunakan metode refluks. Masing-masing sampel diekstraksi dengan
pelarut metanol. Pemilihan metode ekstraksi maserasi dalam penyarian daun pecut kuda yaitu karena maserasi merupakan
cara penyarian yang sangat sederhana. Selain itu, sangat cocok untuk menarik zat-zat
yang terkandung dalam sampel dan dapat dilihat bahwa tekstur dari sampel
memiliki tekstur yang lunak dan dikhawatirkan jika menggunakan metode ekstraksi
dengan menggunakan pemanasan akan merusak senyawa yang terkandung dalam sampel
tersebut sehingga dalam menarik senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut
yang paling cocok digunakan dengan menggunakan metode maserasi. Sedangkan
pemilihan metode ekstraksi refluks untuk akar senggani yaitu karena
refluks merupakan metode ekstraksi panas dimana sampel akan dipanaskan bersama
dengan pelarut, dan akan berlangsung secara berkesinambungan. Selain itu,
sangat cocok untuk menarik zat-zat yang terkandung dalam sampel dan dapat
dilihat bahwa tekstur dari sampel memiliki tekstur yang keras. Dalam mengekstraksi sampel digunakan cairan penyari
metanol,karena metanol merupakan penyari yang bersifat semi polar sehingga
dapat menarik zat-zat dalam sampel baik yang bersifat polar maupun yang bersifat non polar.
Hasil maserasi dan refluks yang diperoleh lalu diuapkan atau
diangin-anginkan menggunakan kipas angin hingga diperoleh ekstrak kental.
Dalam partisi ekstrak dilakukan ekstraksi cair-cair (ECC) untuk memisahkan
zat-zat dalam sampel yang bersifat polar dan non polar. Digunakan ECC karena
hasil ekstraksi sampel dalam bentuk cairan kental dan bukan dalam keadaan
kering. Sampel yang akan di ECC diambil sedikit dari ekstrak kental kemudian
dilarutkan dengan sedikit mtanol untuk memudahkan proses pemisahan zat polar
dan non polar saat dilakukan pengocokan. Pada proses ECC digunakan 2 pelarut
dengan perbandingan yang sama. Untuk ECC daun pecut kuda digunakan pelarut air
dan dietil eter (1:1), dan untuk akar senggani digunakan pelarut metanol dan
dietil eter (1:1). Digunakan 2 pelarut tersebut untuk memudahkan proses pemisahan
zat-zat yang bersifat polar dan non polar. Zat polar akan larut dengan pelarut
polar, dan zat non polar akan larut dengan pelarut non polar. Air merupakan
pelarut polar, mtanol merupakan pelarut semi polar dan mendekati polar,
sedangkan dietil eter merupakan pelarut non polar. Setelah dilakukan ECC
menggunakan corong pisah kemudian hasil pemisahan tersebut dimasukkan dalam
botol kaca kecil untuk selanjutnya digunakan pada saat KLT.
Dalam KLT,
senyawa-senyawa yang akan dipisahkan ditempatkan pada situasi dinamik (fase
gerak) yaitu dengan melakukan pengaliran dan absorbsi atau penguapan dan dengan
penggunaan dua macam pelarut yang sukar bercampur (pelarut polar dan nonpolar).
Identifikasi dengan cara KLT bertujuan untuk mengetahui beberapa jumlah komponen
kimia dan komponen kimia mana yang memungkinkan dapat diisolasi serta menetukan
cairan pengelusi yang cocok digunakan untuk mengisolasi komponen kimia tersebut.
Dalam identifikasi secara KLT ini digunakan ekstrak hasil ECC yang dalam keadaan cair. Kemudian sampel yang telah disiapkan ditotolkan
menggunakan pipet kapiler pada 2 lempeng (untuk masing-masing sampel) yang
telah diaktifkan, karena lempeng memiliki rongga-rongga udara atau
kelembabannya tinggi jadi harus diaktifkan jika tidak diaktifkan maka akan
mempengaruhi proses elusi dari lempeng, dan jika proses elusi terganggu maka
akan mempengaruhi penampakan noda. Selanjutnya lempeng I
ditandai dengan lempeng polar dan lempeng II ditandai dengan lempeng nonpolar.
Kemudian lempeng yang telah ditotol dimasukkan kedalam chamber yang telah
dijenuhkan dengan peletakan 45oC. Adapun tujuan
dari penjenuhan chamber adalah untuk menyamakan tekanan di dalam dan di luar
chamber di mana tekanannya yaitu 1 atm, sehingga nantinya akan memudahkan
senyawa untuk terelusi. Setelah itu chamber ditutup
dan dibiarkan hingga terelusi ke atas
sampai batas elusi yang telah dibuat. Setelah terelusi sempurna lempeng
dikeluarkan dan diangin-anginkan hingga kering dan selanjutnya dilakukan
penandaan pada noda yang tampak. selanjutnya noda yang terbentuk diamati di
bawah sinar lampu UV 366 nm, dimana
penampakan noda pada lampu UV 366 nm lempeng akan tampak berwarna gelap
sedangkan noda akan berflouresensi hal ini disebabkan karena adanya daya interaksi antara
sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda
tersebut selanjutnya noda yang nampak dilingkari atau
ditandai. Setelah itu, dilakukan penyemprotan dengan H2SO4 10 % dan ditandai lagi totolannya setelah itu dihitung nilai Rf-nya.
Pada UV 366 yaitu pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan
lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Sedangkan pada H2SO4
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus
kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser
ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi tampak oleh
mata. Selain itu H2SO4 juga menggeser batokromik dan
hipsokromik, dimana batokromik yaitu pergeseran maksimum kearah panjang
gelombang yang lebih panjang biasanya pada energi yang lebih rendah dan pada
pergeseran ke warna merah dan hipsokromik merupakan pergeseran serapan maksimum
ke arah panjang gelombang yang lebih pendek (pergeseran biru). Konsentrasi asam sulfat
yang digunakan adalah 10%, karena jika konsentrasinya terlalu rendah maka
kemampuan pemutusan ikatannya tidak maksimal. jika terlalu
tinggi maka akan menghanguskan dan merusak senyawa dari simplisia.. Penampakan noda pada
lempeng kromatogram dengan menggunakan penyemprot H2SO4
akan menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik dari panjang gelombang non
visible menjadi panjang gelombang visible (tampak).
Dan dari hasil pengujian KLT yang telah dilakukan penampakan noda pada UV
366 menujukkan hasil yang kurang baik meskipun pada perbandingan pelarut air : dieti eter (1 : 3), hasilnya cukup
baik hal ini ditunjukkan pada sampel dimana
dari ekstrak menunjukkan noda yang cukup baik. Sedangkan pada lempeng yang
menggunakan eluen polar dari ekstrak dietil eter : air (1 : 3) terdapat pembentukan ekor
pada noda (noda berekor), biasanya penyebab utama pembentukan ekor yaitu disebabkan
karena muatan plat berlebih atau masalah kelarutan, dan ketidakhati-hatian
dalam penotolan sehingga padatan permukaan penyerap rusak oleh penotol,
akibatnya komponen-komponen terelusi keatas pada permukaan yang cacat sehingga
menghasilkan noda berekor. Noda yang tampak seperti garis atau ganda karena
penggunaan pelarut polar dalam pengembangan.
Penampakan noda yang kurang baik diperjelas dengan nilai Rf yang diperoleh dari masing-masing ekstrak rata-rata tidak
menunjukkan standar dari nilai Rf yang diinginkan yaitu 0,2 – 0,8 (Kimia
Farmasi Analisis : 359). Hal ini dapat dilihat pada data perhitungan nilai Rf
yang diperoleh dari setiap sampel yang sebagian besar tidak memenuhi standar
nilai Rf. Harga Rf adalah kecepatan senyawa-senyawa sebagai
komponen-komponen yang memanjat pada pelat dibandingkan dengan kecepatan
pelarut yang mendahuluinya. Komponen kimia yang terlarut akan terbawa oleh fase
gerak dan terpartisi pada fase diam (penyerap) dengan kecepatan yang
berbeda-beda. Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut terhadap
fase gerak (pelarut) adalah merupakan dasar untuk mengindentifikasi komponen
yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dengan Rf (Rate of flow). Jadi tujuan dari
perhitungan nilai Rf yaitu untuk mengetahui nilai perbandingan kecepatan
bergeraknya komponen senyawa yang diidentifikasi sehingga mengetahui bahwa
sifat dari komponen senyawa yang ditarik, yaitu bersifat polar ataupun non
polar. Harga Rf tersebut sangat berguna untuk identifikasi pendahuluan senyawa
kimia. Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai kerika solut (dalam hal ini
yaitu komponen senyawa yang diidentifikasi) mempunyai perbandingan distribusi
(D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0 yang berarti solut berimigrasi dengan
kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini
teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam.
Sampel yang menunjukkan hasil yang cukup baik pada eluen
non polarnya yang menggunakan perbandingan pelarut 3 : 1
menunjukkan nilai Rf yang memenuhi standar yaitu 0,52, 0,69 dan 0,23 untuk
ekstrak dari daun pecut kuda dan 0,23, 0,25, 0,76 dan 0,21 untuk ekstrak dari
akar senggani. Sedangkan pada eluen polarnya pada perbandingan pelarut 1 : 3
menunjukkan nilai Rf yang cukup baik
yaitu 0,21 dan 0,6 untuk ektrak daun pecut kuda dan 0,72 dan 0,41 untuk akar
senggani.
Sehingga berdasarkan dari data pengamatan penampakan noda
dan nilai Rf yang diperoleh dari setiap
ekstrak dapat disimpulkan bahwa hanya
pada ekstrak pelarut non polar (dietil eter) dari setiap sampel yang menunjukkan hasil yang lebih baik. Nilai Rf
yang memenuhi standar nilai Rf yang baik menunjukkan bahwa identifikasi atau
pemisahan yang dilakukan maksimal, hal ini dikarenakan cocoknya eluen (fase
gerak) yang digunakan dengan komponen senyawa yang terkandung dalam sampel
tersebut dalam arti komponen tersebut larut dalam
fase gerak tersebut yang dapat ditarik kesimpulan sifat dari komponen senyawa
yang ditarik dari sampel, yaitu apakah bersifat polar atau non polar.
Berdasarkan hasil perhitungan Rf, sampel daun pecut kuda dan akar senggani menunjukkan sifat
lebih ke non polar. Sedangkan nilai Rf yang kurang baik yang diperoleh karena
kemungkinan dipengaruhi oleh salah satu faktor dari faktor yang mempengaruhi
nilai Rf.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :
1. Ukuran
partikel dari zat penyerap
2. Derajat
keaktifan dari zat penyerap
3. Kemurnian
pelarut
4. Kejenuhan
chamber
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Jika dibandingkan perbandingan eluen air : dietil
eter 3 : 1 (polar) dengan dietil eter : air 3 : 1 (non polar), maka
perbandingan eluen non polar 3 : 1 yang memiliki penampakan noda yang lebih
baik.
b. Dari beberapa proses mulai dari uji
pendahuluan, ekstraksi, partisi ekstrak hingga KLT diperoleh hasil akhir bahwa
zat aktif untuk masing-masing sampel lebih kesifat non polar.
VI.2 Saran
Kritik dan saran yang
bersifat membangun serta bimbingan dari asisten sangat kami butuhkan agar kami
bias lebih baik lagi kedepannya baik dalam kegiatan praktikum maupun dalam
penyusunan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen
POM,1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Departemen Kesehtan Republik Indonesia. Jakarta
Ditjen POM,1986.
Sediaan Galenika. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman.2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
J. B. Harbone.1987. Metode
Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit
ITB. Bandung.
Kisman .Dr. Sastro ,dkk .1994. Analisis
Farmasi Cet. 2 , GadjahMada University Press, Yogyakarta.
Mondong.Fendy.R,dkk,2015.
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Patikan Emas dan Bawang Laut. Jurnal MIPA
UNSRAT Online Volume 4 (1) 81-87. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo (Diakses tanggal 29 Juni 2015)
Prapti.U.,
2004. Buku Pintar Tanaman Obat.
Redaksi Agromedia. Jakarta
Roy J.
Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S.,1991. Pengantar
Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
Tim
Asisten Fitokimia,2015. Penuntun
Praktikum Fitokimia. Akademi Farmasi Sandi Karsa. Makassar
Tjitroesoepomo.Gembong,1989. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar