MENDESKRIPSIKAN
TENTANG
PENANGANAN
MIKROORGANISME
OLEH:
KELOMPOK 5
SRI BULQIES FAISAL
NURUL HIDAYAH NADJDJAS
HASMAWATI
M. NUR SYAM HIDAYAT
NUR HIKMAH A
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2013-2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yangtelah memberi rahmat dan karunia- Nya sehingga makalah tentang “Penanganan
Mikroorganisme” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Saya
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yangtelah membantu sehingga makalah
ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Makassar, 20 Maret 2014
Penyusun
Kelompok
5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Mikroorganisme,
dalam lingkungan alamiahnya jarang terdapat sebagai biakan murni. Berbagai
spesimen tanah atau air boleh jadi mengandung bermacam-macam spesies cendawan,
protozoa, algae, bakteri dan virus. Baik secara
langsung maupun tak langsung, bahan buangan dari manusia dan hewan, jasad
mereka, serta jaringan tumbuh-tumbuhan dibuang atau dikubur dalam tanah.
Setelah beberapa lama, bahan-bahan tersebut berubah menjadi komponen organik
dan beberapa komponen anorganik tanah. Perubahan-perubahan ini dilakukan oleh
mikroorganisme yaitu perubahan bahan organik menjadi substansi yang menyediakan
nutrient bagi dunia tumbuhan. Tanpa aktivitas mikroba maka segala kehidupan di
bumi ini lambat laun akan terhambat. Maka, perubahan organik dan anorganik di
dalam tanah adalah dilakukan oleh mikroorganisme yang dikenal sebagai mikroba
di tanah.
Mikrobiologi adalah suatu cabang
ilmu biologi yang mempelajari tentang mikroorganisme dan interaksi mereka
dengan organisme lain dan lingkungannya.
Sejarah tentang mikroba dimulai dengan ditemukannya
mikroskop oleh Leeuwenhoek (1633-1723). Mikroskop temuan tersebut masih sangat
sederhana, dilengkapi satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi
dapat menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-300 kali.
Istilah bakteri berasal dari kata
bakterion (bahasa yunani) yang berarti tongkat atau batang. Morfilogi bakteri
terbagi atas 3 macam yaitu, pertama bentuk basil atau basillus, basil berbentuk
seperti tongkat pendek agak silindris bentuk basil hampir meliputi seluruh
bakteri, bentuk coccus (bulat). Kedua bentuk coccus adalah bentuk bakteri
seperti bola-bola kecil, pada golongan ini tidak sebanyak pada golongan
berbentuk basil. Ketiga adalah bentuk spiril (spiral), bentuk spiril
adalah bentuk bakteri yang berbentuk seperti spiral atau panjang
berbengkok-bengkok.
Pada saat
sekarang ini, dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan, maka semakin tinggi pula
rasa ingin tahu seseorang terhadap apa yang terdapat di alam sampai pada
mikrooorganisme yang tidak dapat dilihat jelas dengan mata tanpa menggunakan
alat bantu yang berukuran mikro. Dari hal inilah muncul ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang mikroorganisme tersebut yang disebut dengan mikrobiologi.
Para peniliti mulai mencari tahu akan apa yang terkandung pada mikroorganisme
tersebut.
Dalam bidang
penelitian mikroorganisme ini, tentunya menggunakan teknik atau cara-cara
khusus untuk mempelajarinya dan bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti
mikroorganisme ini baik sifat dan karakteristiknya, tentu diperlukan pula
tentang bagamana caranya menumbuhkan suatu mikroba ke dalam suatu media, karena
kita tahu bahwa beragamnya persyaratan tumbuh mikroba, maka harus dimengerti
jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh mikroba dan juga macam lingkungan
fisik yang menyediakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya. Mikroba amat
beragam, baik dalam persyaratan nutrient maupun fisiknya. Jadi, media yang
digunakan harus mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh mikroba
tersebut.
Untuk mengenal lebih jauh tentang penyiapan medium untuk suatu mikroba,
maka diadakanlah praktikum ini, dimana dalam prakitukum ini praktikan
diwajibkan mampu mengetahui cara-caranya mulai dari awal sampai akhir melalui
bimbingan dari kakak asisten.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa
pengertian dari mikroorganisme?
2. Apa saja bentuk-bentuk
dalam penanganan mikroorganisme?
3. Hal-hal apa
saja yang dilakukan dalam pengendalian atau pengontrolan mikroorganisme?
4.
Bahan
kimia apa saja yang digunakan dalam pengendalian atau pengontrolan
mikroorganisme?
1.3 TUJUAN
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui
pengertian dari mikroorganisme.
2. Mengetahui
dan memahami apa saja bentuk-bentuk dalam penanganan mikroorganisme.
3. Mengetahui
dan memahami hal-hal apa saja yang dilakukan dalam pengendalian atau
pengontrolan mikroorganisme.
4.
Mengetahui
bahan kimia apa saja yang digunakan dalam pengendalian atau pengontrolan
mikroorganisme.
1.4 MANFAAT
Dengan adanya makalah ini, maka pembaca
tidak hanya mengetahui pengertian dari mikroorganisme saja, tetapi dapat mengetahui
dan memahami lebih jauh tentang bahan-bahan yang digunakan dalam penanganan
mikroorganisme dan mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan
dalam penanganan mikroorganisme serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN MIKROORGANISME
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme
yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat
bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik. Mikroorganisme
seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak
(multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang
dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang Virus juga termasuk
ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.
Ilmu yang
mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi.
Orang yang bekerja di bidang ini disebut mikrobiolog. Mikroorganisme biasanya
dianggap mencakup semua prokariota, protista, dan alga renik. Fungi, terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula
dianggap sebagai bagiannya, meskipun banyak yang tidak menyepakatinya. Kebanyakan
orang beranggapan bahwa yang dapat dianggap mikroorganisme adalah semua
organisme sangat kecil yang dapat dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator di dalam laboratorium
dan mampu memperbanyak diri secara mitosis.
Mikroorganisme berbeda dengan sel makrooganisme. Sel
makroorganisme tidak bisa hidup bebas di alam melainkan menjadi bagian dari
struktur multiselular yang membentuk jaringan, organ, dan sistem organ.
Sementara, sebagian besar mikrooganisme dapat menjalankan proses kehidupan
dengan mandiri, dapat menghasilkan energi sendiri, dan bereproduksi secara
independen tanpa bantuan sel
lain.
Mikroorganisme
sebagai mahluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat memerlukan
energi dan bahan-bahan untuk membangun tumbuhannya, seperti dalam sintesa
protoplasma dan bagian-bagian sel yang lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut
nutrien. Untuk memanfaatkan bahan-bahan tersebut, maka sel memerlukan suatu
kegiatan-kegiatan, sehingga menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua
reaksi yang terarah yang berlangsung di dalam sel ini disebut metabolisme.
Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam sel tersebut, hanya
dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut
katalisator organik atau biasa disebut biokatalisator yang dinamakan enzim.
Untuk dapat memahami tentang nutrisi dan metabolisme ini, pengetahuan dasar
biokomia sangat dibutuhkan.
2.2 BENTUK PENANGANAN MIKROORGANISME
Penanganan mikroorganisme tidak hanya dalam hal
pengendalian/pemusnahan mikroba, tetapi juga dalam hal pengontrolan pertumbuhan dan perkembang
biakan mikroorganisme tersebut.
v Pengendalian Mikroorganisme
Pengendalian mikroorganisme adalah semua kegiatan yang
bertujuan untuk:
ü Menghambat/mengurangi jumlah atau aktivitas
mikroorganisme.
ü Membasmi atau mematikan mikroorganisme (terutama untuk
yang terinfeksi mikroorganisme).
Alas an dilakukannya pengendalian mikroorganisme ini
adalah:
ü Mencegah penyebaran penyakit dan penyakit infeksi.
Mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur memiliki
dampak berbahaya apabila tidak dikontrol, seperti TBC yang disbabkan oleh
bakteri, Influenza yang disebabkan oleh virus, dan masih banyak penyakit lain
yang apabila dibiarkan dapat menimbulkan kematian.
ü Membasmi mikroorganisme pada tanaman/inang yang
terinfeksi.
Tidak hanya manusia, hewan, bahkan tanaman pun dapat
terinfeksi oleh mikroorganisme, untuk itu perlu dilakukan pencegahan agar tidak
menyebar ketanaman lain.
ü Mencegah pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme.
Adakalanya pembusukan dan perusakan oleh
mikroorganisme sangat dibutuhkan dalam hal pembuatan pupuk kompos, tapi
adakalanya juga tidak diinginkan, misalnya perusakan atau pembusukan salah satu
jaringan tubuh yang dapat menimbulkan kecacatan, untuk itu perlu dicegah.
Proses-proses
yang dapat dilakukan dalam pengendalian mikroorganisme
1. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan
kegiatan untuk mengeliminasi semua bentuk kehidupan yang meliputi sel
vegetative, spora dan virus. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membunuh
mikroorganisme sampai ke spora-sporanya, yang terdapat di dalam alat atau bahan
makanan. Sterilisasi dalam mikrobiologi
berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan dalam bentuk
apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril,
mikroorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas (kalor), gas-gas seperti
formaldehide, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermacam-macam larutan
kimia; oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat
disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh
filtrasi (Curtis, 1999).
Macam-macam sterilisasi
:
Pada
prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik,
fisik dan kimiawi.
1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu
saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga
mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi
bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan
& penyinaran.
·
Pemanasan
a.
Pemijaran (dengan
api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dll.
b.
Panas kering:
sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering
cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
c.
Uap air panas:
konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d.
Uap air panas bertekanan
: menggunalkan autoklaf
·
Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses
sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan
interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.
3. Sterilisaisi secara kimiawi biasanya menggunakan
senyawa desinfektan antara lain alkohol.
Sterilisasi dengan
panas adalah unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi
dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai
hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam
bulan pada suhu ruang. Contoh proses sterilisasi adalah produk olahan dalam
kaleng seperti kornet, sarden dan sebagainya. Perkembangan teknologi prosesing
yang memiliki tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan
juga mengurangi waktu prosesing menjadikan teknik serilisasi terus
dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang dibutuhkan bahan dipengaruhi oleh: resistensi mikroorganisme dan enzim
terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah atau kemasan yang disterilkan,
keadaan fisik bahan.
Sterilisasidengan
udara kering, alat yang umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk
mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabunng reaksi dan
alat gelas lainnya. bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat disterilkan
dengan alat ini. pada umunhya suhu yang digunakan pada sterilisasi secara
kering adalah 170 - 180 C selama palinng sedikit 2 jam. Lama isterilisasi tergantung
pada alat dan jumlahnya.
Sterilisasi
dengan uap air panas, bahan yang mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan
oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer
dengan suhu 1000Cdalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula
digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan pada suhu 1000C
selama 30 menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan
pada suhu kamr 24 jam untuk memberi kesempatan spora tumbuh menjadi sel
vegetatif, lalu dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi
24 jam dan disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri
berspora belum mati dengan cara ini sehingga dikembangkan cara berikutnya yaitu
uap air bertekanan.
Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat ini disebut autoklaf
(autoclave) untuk steriliasasi ini alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat
diisi dengan air kemudian bahan dimasukkan. Panaskan sampai mendidih dan dari
katup pengaman kelaur uap air dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik
sampai 1210C dan biarkan selama 15 menit (untuk industri pengalengan
ada perhitungan tersendiri), lalu biarkan dingin sampai tekanan normal dan klep
pengaman dibuka, cara ini akan
mematikan spora dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora sehingga
lebih cepat. Cara mana yang dipilih
tergantung bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk bahan yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak dapat
dipakai.
2. Desinfeksi
Desinfeksi
merupakan kegiatan mengeliminasi/membunuh bentuk-bentuk vegetative dari
sebagian besar organism yang berbahaya dan pathogen, tetapi tidak ditujukan
untuk semua mikroba.
Desinfeksi dapat juga diartikan sebagai kegiatan
menghancurkan atau membunuh kebanyakan organisme patogen pada benda atau
instrumen dengan menggunakan campuran zat kimia cair yang bersifat nonselektif.
Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
1. Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
2. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
3. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
4. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
5. Struktur fisik benda.
6. Suhu dan pH dari proses desinfeksi.
1. Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.
2. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.
3. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.
4. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.
5. Struktur fisik benda.
6. Suhu dan pH dari proses desinfeksi.
Terdapat 3 tingkat desinfeksi,
yaitu:
a. Desinfeksi tingkat tinggi, dengan membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.
b. Desinfeksi tingkat sedang, dengan membunuh bakteri dan jamur kecuali spora bakteri.
c. Desinfeksi tingkat rendah, dengan membunuh kebanyakan bakteri, beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora bakteri.
a. Desinfeksi tingkat tinggi, dengan membunuh semua organisme dengan perkecualian spora bakteri.
b. Desinfeksi tingkat sedang, dengan membunuh bakteri dan jamur kecuali spora bakteri.
c. Desinfeksi tingkat rendah, dengan membunuh kebanyakan bakteri, beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora bakteri.
3. Sanitasi
Biasanya sanitasi ini sangat diperlukan dalam
penyiapan proses diindutri makanan atau alat-alat dirumah sakit. Dalam hal ini,
sanitasi adalah pengurangan populasi bakteri hingga
tingkat aman sesuai dengan standar umum kesehatan, atau cara untuk mengurangi sejumlah
mikroba sampai tidak menimbulkan kerugian baik secara kimiawi dan fisikawi.
Jadi, Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi
jumlah populasi mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan
sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber
nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar populasi
mikroba.
4. Antiseptis
Anti Septik yaitu suatu zat atau bahan yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri secara selektif. Antiseptis Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh
untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara
menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.Tujuannya yaitu
memusnahkan semua kuman-kuman patogen, tetapi spora dan virus yang mempunyai
daya tahan yang sangat kuat sehingga masih tetap hidup.
Macam-macam bahan yang sering digunakan untuk antiseptik
1.Ethyl
alcohol
Larutan
alkohol yang dipakai sebaiknya 65-85% karena daya kerjanya akan menurun bila dipakai
konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi.
2.Jodium Tinctura.
Larutan 2% jodium dalam alkohol 70% adalah suatu
desinfeksi yang sangat kuat. Larutan ini dipakai untuk mendisinfeksi kulit
dengan membasmi kuman-kuman yang ada pada permukaan kulit.
Antiseptik
ini bertujuan untuk menghambat atau merusak mikroorganisme dipermukaan suatu
jaringan hidup sehingga dapat mencegah infeksi.
Penggunaan
desinfektan/antiseptic:
1. Desinfeksi kulit secara umum (Pre Operasi) dengan larutan savlon 1:30 dalam alkohol 70%. Hibiscrup 0,5% dalam alkohol 70%.
2. Desinfeksi tangan dan kulit dengan Chlorrhexidine 4% (hibiscrup) minimal 2 menit.
3. Untuk kasus Obgin (persiapan partus, vulva hygiene, neonatal hygiene). Hibiscrup 0,5% dalam Aquadest Savlon 1:300 dalam aqua hibiscrup.
1. Desinfeksi kulit secara umum (Pre Operasi) dengan larutan savlon 1:30 dalam alkohol 70%. Hibiscrup 0,5% dalam alkohol 70%.
2. Desinfeksi tangan dan kulit dengan Chlorrhexidine 4% (hibiscrup) minimal 2 menit.
3. Untuk kasus Obgin (persiapan partus, vulva hygiene, neonatal hygiene). Hibiscrup 0,5% dalam Aquadest Savlon 1:300 dalam aqua hibiscrup.
Keempat proses diatas disebut juga proses Dekontaminasi, yaitu membuang semua
material yang tampak (debu, kotoran) pada benda, lingkungan, permukaan kulit
dengan menggunakan sabun, air dan gesekan. Tujuan prosedur dekontaminasi adalah
untuk:
1. Mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau permukaan lingkungan.
2. Untuk membuang kotoran yang tampak.
3. Untuk membuang kotoran yang tidak terlihat (Mikroorganisme).
4. Untuk menyiapkan semua permukaan untuk kontak langsung dengan alat pensteril atau desinfektan.
5. Untuk melindungi personal dan pasien.
1. Mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau permukaan lingkungan.
2. Untuk membuang kotoran yang tampak.
3. Untuk membuang kotoran yang tidak terlihat (Mikroorganisme).
4. Untuk menyiapkan semua permukaan untuk kontak langsung dengan alat pensteril atau desinfektan.
5. Untuk melindungi personal dan pasien.
5. Pengawetan
Pengawetan
merupakan suatu proses penambahan zat atau bahan kedalam suatu produk.
Pengawetan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan suatu produk akibat
mikroorganisme.
6. Chemotherapy
Chemotherapy
adalah suatu perlakuan terhadap suatu penyakit, salah satunya dengan cara
pemberian antibiotika.
7.
Pengendalian
Mikroba dengan Suhu Panas lainnya
a) Pasteurisasi : Proses pembunuhan mikroba patogen dengan suhu terkendali berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi. Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit.
b) Tyndalisasi : Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng. Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari berturut-turut.
c) Boiling : Pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan disterilkan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Boiling dapat membunuh sel vegetatif bakteri yang patogen maupun non patogen. Namun spora dan beberapa virus masih dapat hidup. Biasanya dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll.
d) Red heating : Pemanasan langsung di atas api bunsen burner (pembakar spiritus) sampai berpijar merah. Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat yang sederhana seperti jarum ose.
e) Flaming : Pembakaran langsung alat-alat laboratorium diatas pembakar bunsen dengan alkohol atau spiritus tanpa terjadinya pemijaran.
a) Pasteurisasi : Proses pembunuhan mikroba patogen dengan suhu terkendali berdasarkan waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi. Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit.
b) Tyndalisasi : Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng. Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari berturut-turut.
c) Boiling : Pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan disterilkan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Boiling dapat membunuh sel vegetatif bakteri yang patogen maupun non patogen. Namun spora dan beberapa virus masih dapat hidup. Biasanya dilakukan pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll.
d) Red heating : Pemanasan langsung di atas api bunsen burner (pembakar spiritus) sampai berpijar merah. Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat yang sederhana seperti jarum ose.
e) Flaming : Pembakaran langsung alat-alat laboratorium diatas pembakar bunsen dengan alkohol atau spiritus tanpa terjadinya pemijaran.
8.
Pengendalian
Mikroba dengan Radiasi
Bakteri terutama bentuk sel vegetatifnya dapat terbunuh dengan penyinaran sinar ultraviolet (UV) dan sinar-sinar ionisasi.
a) Sinar UV : Bakteri yang berada di udara atau yang berada di lapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar UV akan mati.
b) Sinar Ionisasi : yang termasuk sinar ionisasi adalah sinar X, sinar alfa, sinar beta dan sinar gamma. Sterilisasi dengan sinar ionisasi memerlukan biaya yang besar dan biasanya hanya digunakan pada industri farmasi maupun industri kedokteran.
- Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar.
- Sinar alfa : Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
- Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.
- Sinar gamma : Kekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan makanan.
Bakteri terutama bentuk sel vegetatifnya dapat terbunuh dengan penyinaran sinar ultraviolet (UV) dan sinar-sinar ionisasi.
a) Sinar UV : Bakteri yang berada di udara atau yang berada di lapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar UV akan mati.
b) Sinar Ionisasi : yang termasuk sinar ionisasi adalah sinar X, sinar alfa, sinar beta dan sinar gamma. Sterilisasi dengan sinar ionisasi memerlukan biaya yang besar dan biasanya hanya digunakan pada industri farmasi maupun industri kedokteran.
- Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar.
- Sinar alfa : Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
- Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.
- Sinar gamma : Kekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan makanan.
9.
Pengendalian
Mikroba dengan Filtrasi
Ada dua filter, yaitu filter bakteriologis dan filter udara.
a) Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin, dll. Teknik filtrasi prinsipnya menggunakan penyaringan, dimana yang tersaring hanyalah bakteri saja. Diantara jenis filter bakteri yang umum digunakan adalah : Berkefeld (dari fosil diatomae), Chamberland (dari porselen), Seitz (dari asbes) dan seluosa.
b) Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara berisikan partikel (High Efficiency Particulate Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air Flow).
Ada dua filter, yaitu filter bakteriologis dan filter udara.
a) Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin, dll. Teknik filtrasi prinsipnya menggunakan penyaringan, dimana yang tersaring hanyalah bakteri saja. Diantara jenis filter bakteri yang umum digunakan adalah : Berkefeld (dari fosil diatomae), Chamberland (dari porselen), Seitz (dari asbes) dan seluosa.
b) Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara berisikan partikel (High Efficiency Particulate Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air Flow).
10. Pengendalian
Mikroba dengan Bahan Kimia
Saat ini, telah banyak agen kimia yang berpotensi untuk membunuh atau menghambat mikroba. Penelitian dan penemuan senyawa kimia baru terus berkembang. Agen kimia yang baik adalah yang memiliki kemampuan membunuh mikroba secara cepat dengan dosis yang rendah tanpa merusak bahan atau alat yang didisinfeksi.
Pada prinsipnya, cara kerja agen kimia ini digolongkan menjadi :
a) Agen kimia yang merusak membran sel mikroba.
b) Agen kimia yang merusak enzim mikroba.
c) Agen kimia yang mendenaturasi protein.
Saat ini, telah banyak agen kimia yang berpotensi untuk membunuh atau menghambat mikroba. Penelitian dan penemuan senyawa kimia baru terus berkembang. Agen kimia yang baik adalah yang memiliki kemampuan membunuh mikroba secara cepat dengan dosis yang rendah tanpa merusak bahan atau alat yang didisinfeksi.
Pada prinsipnya, cara kerja agen kimia ini digolongkan menjadi :
a) Agen kimia yang merusak membran sel mikroba.
b) Agen kimia yang merusak enzim mikroba.
c) Agen kimia yang mendenaturasi protein.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas agen kimia di dalam mengendalikan mikroba, yaitu :
a) Konsentrasi agen kimia yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasinya maka efektivitasnya semakin meningkat.
b) Waktu kontak. Semakin lama bahan tersebut kontak dengan bahan yang disterilkan maka hasilnya akan semakin baik.
c) Sifat dan jenis mikroba. Mikroba yang berkapsul dan berspora lebih resisten dibandingkan yang berkapsul dan berspora.
d) Adanya bahan organik dan ekstra. Adanya bahan-bahan organik dapat menurunkan efektivitas agen kimia.
e) pH atau derajat keasaman. Efektivitas bahan kimia dapat berubah seiring dengan perubahan pH.
a) Agen Kimia yang merusak membran sel
1. Golongan Surfaktans (Surface Active Agents), yaitu golongan anionik, kationik dan nonionik.
2. Golongan fenol.
b) Agen Kimia merusak enzim
1. Golongan logam berat seperti arsen, perak, merkuri, dll.
2. Golongan oksidator seperti golongan halogen, peroksida hidrogen dan formaldehid.
c) Agen Kimia yang menyebabkan denaturasi protein
Agen kimiawi yang menyebabkan terjadinya koagulasi dan presipitasi protoplasma, seperti alkohol, gliserol dan bahan-bahan asam dan alkalis.
Kondisi yang Mempengruhi Keefektifan
Aktivitas Agen Antimikroba
·
Ukuran Populasi size-populasi besar
memerlukan waktu yang lama untuk membunuhnya dibandingkan dengan populasi kecil
·
Populasi terdiri dari spesies atau sel
berbeda dengan fase pertumbuhan yang berbeda pula (seperti, endospora vs sel
vegetatif atau sel muda vd sel tua) perbedaan ditandai dengan sensitivitas
mereka pada bermacam-macam agen
·
Konsentrasi atau intensitas
antimikroba-konsentrasi atau intensitas lebih tinggi biasanya lebih efisien,
namun hubungannya tidak linier
·
Lama waktu pemaparan-semakin lama pemaparan,
memperbanyak jumlah organisme yang terbunuh
·
Temperatur-temperatur lebih tinggi
biasanya (namun tidak selalu) meningkatkan efektivitas pembunuhan
·
Lingkungan sekitarnya-faktor lingkungan,
seperti pH, viskositas, dan konsentrsi bahan organik dapat sangat mempengaruhi
efektivitas partikel egen antimikroba.
Prinsip Kerja Bahan Antimikroba
Bahan-bahan
antimikroba mmiliki prinsip kerja tersendiri, yaitu:
·
Kerusakan dinding sel atau menhambat
sintesis dinding sel.
·
Perbahan permabilitas membrane
sitoplasma.
·
Perubahan molekul protein dan asam
nukleat.
·
Penghambatan kerja enzim.
·
Penghambatan sintesis dalam nukleat dan
protein.
v Pengontrolan Mikroorganisme
Banyak zat-zat kimia dapat menghambat
atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan
tembaga sampai kepada molekul organik yang kompleks seperti persenyawaan
amonium kuaterner. Berbagai substansi tersebut menujukkan efek anti mikroba
dalam berbagai cara dan terhadap berbagai macam mikroorganisme. Efeknya
terhadap permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda, ada yang serasi dan ada
yang bersifat merusak. Karena ini dan juga karena variabel-variabel lain, maka
perlu sekali diketahui terlebih dahulu perilaku suatu bahan kimia sebelum
digunakan untuk penerapan praktis tertentu.
Adapun anti
mikroba yang digunakan dalam pengontrolan/pencegahan mikroorganisme ini adalah:
ü Mikrobisida
/Microbicidal Agents (cide=kill)
Yang artinya adalah membasmi atau membunuh mikroba.
ü Mikrobistatik /Microbistatic (static=standstill)
Yaitu menghambat pertumbuhan dan multiplikasi mikroba
shingga mencegah peningkatan jumlah mikroorganisme. Mikrobistatik ini tidak
membunuh atau membasmi mikroba.
ü Germicidal
Yaitu istilah yang umum digunakan sebagai bahan yang
dapat mengurangi dan menghilangkan mikroorganisme.
ü Bakterisida
Yaitu bahan atau senyawa yang dapat membunuh bakteri.
ü Bakteristatik
Yaitu bahan atau senyawa yang dapat mengahambat
pertumbuhan bakteri.
ü Sporosida
Yaitu bahan atau senyawa yng dapat membunuh endospora
bakteri.
ü Fungisida =
Fungistatik
Yaitu bahan atau senyawa yang ditujukan unuk
fungi/jamur.
ü Virusida –
Viristatik
Yaitu bahan atau senyawa yang ditujukan untk virus.
Beberapa
factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan anti mikroba kimiawi
untuk tujuan praktis
1.
Sifat bahan yang akan diberi perlakuan.
Suatu zat kimia yang digunakan untuk mendispersi perabotan
terkontaminasi mungkin tidak baik bila digunakan untuk kulit karena dapat amat
merusak sel-sel jariangan kulit. Dengan demikian maka harus dipilih zat serasi
(compatible) dengan bahan yang akan
dikenalinya.
2.
Tipe mikroorganisme.
Tidak semua mikroorganisme sama rentannya terhadap sifat
menghambat atau mematikan suatu zat kimia tertentu. Karena itu harus dipilih
zat yang telah diketahui efektif terhadap suatu tipe mikroorganisme yang akan
dibasmi. Sebagai contoh, spora bersifat lebih resisten dari pada sel-sel
vegetatif. Bakteri gram positif dan gram negatif memiliki kerentanan yang
berbeda: misalnya Escherichia coli
(gram negatif) jauh lebih resisten terhadap desinfektan kationik dari pada Staphylococcus aureus (gram positif).
Galur-galur yang berbeda dari pada spesies yang sama juga memiliki kerentanan
berbeda terhadap suatu zat anti mikrobial tertentu.
3.
Keadaan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi yaitu suhu,
pH, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik asing kesemuanya itu mungkin
turut mempengaruhi laju dan efisiensi penghancur mikroba.
Metode
pengukuran zat antimikrobial dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri
secara in vitro, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Diffusion test
(Metode Kirby Baurer)
Metode
difusi ini adalah metode yang sering digunakan. Obat diserap ke dalam kertas
disc, kemudian ditempelkan pada kultur bakteri di agar plate. Setelah diinkubasi
diameter zona hambat diukur. Diameter zona penghambat merupakan pengukur MIC
secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba.
2.
Dilution test
(Minimal Inhibition Consentration)
Obat
dilarutkan ke dalam kaldu (broth dilution) dan di dalam agar-agar (agar
dilution), kemudian ditanami bakteri yang akan diperiksa.
Faktor yang
dapat mempengaruhi ukuran zona penghambat dan harus dikontrol
1. Konsentrasi mikroba pada permukaan
medium. Semakin tinggi konsentrasi mikroba maka zona pengahambatan akan semakin
kecil.
2. Kedalaman medium pada cawan petri.
Semakin tebal medium pada cawan petri maka zona pengahambat akan semakin kecil.
3. Nilai pH dari medium. Beberapa
antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam dan beberapa basa
alkali/basa.
4. Kondisi aerob/anaerob. Beberapa
antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi aerob yang lainnya pada kondisi
aerob.
Klasifikasi kekuatan anti bakterial adalah sebagai berikut:
1.
Daerah hambat 20 mm atau lebih berarti
sangat kuat.
2.
Daerah hambat 10-20 mmberarti kuat.
3.
Daerah hambat 5-10 mm berati sedang.
4.
Daerah hambat 5 mm berarti lemah
Faktor-faktor yang mempengaruhi zona hambat adalah:
1. Kekeruhan suspensi bakteri. Kurang
keruh, zona hambat lebih besar. Lebih keruh diameter zona hambatan makin
sempit.
2. Waktu pengeringan/pengeresapan
suspensi bakteri kedalam Moellerhiton
Agar. Tidak boleh lebih dari batas waktu yang dibolehkan. Karena dapat
mempersempit diameter zona hambatan.
3. Temperatur inkubasi. Untuk
memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada 35oC,
kadang-kadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya.
4. Waktu inkubasi. Hampir semua cara
menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari 16 jam pertumbuhan bakteri
belum sempurna sehingga sukar dibaca/diameter zona hambatan lebih besar. Lebih
dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga zona hambatan makin sempit.
5. Tebalnya agar-agar. Ketebalan
agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi obat lebih cepat, lebih dari itu
difusi obat akan terjadi lambat.
6. Jarak antara disc obat. Yang
dianjurkan minimal 15 mm, untuk menghindari terjadinya zona hambatan yang
tumpang tindih.
Di alam jarang mikrooganisme yang mati
akibat zat-zat kimia. Hanya manusia dalam usahanya untuk membebaskan diri dari
kegiatan mikroba meramu zat-zat yang dapat meracuni mikroorganisme, tetapi
tidak meracuni dirinya sendiri atau maracuni makanan. Zat-zat yang hanya
menghambat pembiakan mikroorganisme dengan tiada membunuhnya dinamakan zat
antiseptik. Dan istilah lain, yakni desinfektan. Antiseptik dan desinfektan
dapat merupakan zat yang sama tetapi berbeda dalam cara penggunanaannya:
antiseptik dipakai terhadap jaringan hidup, sedangkan desinfektan dipakai untuk
bahan-bahan tidak bernyawa.
Desinfektan
merupakan proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit. Agen desinfektan adalah disinfektan, yang biasanya
merupakan zat kimiawi dan digunakan untuk objek-objek tak hidup. Desinfektan
tidak menjamin objek menjadi steril karena spora viabel dan beberapa
mikroorganisme tetap dapat tersisa.
Antiseptis merupakan proses pencegahan infeksi dengan cara
inaktivasi atau mematikan mikroorganisme dengan cara kimia. Agen antiseptis
disebut antiseptik. Proses ini merusak jaringan inang dan tidak setoksik
desinfektan. Substansi yang dapat membunuh mikroorganisme umumnya memiliki nama
dengan akhiran–sida (cide).
Contohnya Germisida (germicide) yang
membunuh banyak patogen tetapi tidak berefek pada endospora Bakteri, Bakterisida, Fungisida, Aglasida,
Virusida. Sedangkan substansi yang tidak bersifat membunuh mikroorganisme
dan hanya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan umumnya memiliki nama
berakhiran–statik (static). Contohnya
Fingistatik dan Bakteriostatik.
Beberapa Desinfektan dan Antiseptik
Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat dibagi
atas garam-garam logam, fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis,
formaldehida, alkohol, yodium, klor dan persenyawaan klor, zat warna, detergen,
sulforamida dan antibiotic.
Tidak ada satupun zat kimia yang terbaik bagi semua tujuan. Hal ini tidaklah
mengherankan, bila mengingat berbagai ragamnya kondisi yang diperlukan untuk
memanfaatkan bahan kimia, perbedaan di dalam cara kerjanya, serta begitu
banyaknya macam sel mikroba yang harus dimusnahkan. Contoh zat kimia tersebut
dapat berupa:
1.
Detergen
Zat pengurangan tekanan permukaan
atau zat pembasah yang terutama digunakan untuk membersihkan permukaan benda
disebut detergen. Salah satu contohnya ialah sabun. Tetapi sabun tidak bekerja
dengan baik dalam air sadah. Karena itu kini telah dikembangkan bahan pembersih
baru yang lebih efisien yang disebut surfaktan atau detergen sintesis. Zat
tersebut tidak membentuk endapan dalam air alkalin ataupun asam, serta tidak
beraksi dengan mineral yang terdapat dalam air sadah dan membentuk endapan.
Sabun biasa tidak banyak khasiatnya
zat pembunuh bakteri (Bakterisida)
tetapi kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali.
Sejak lama obat pencuci yang mengandung ion detergen banyak digunakan sebagai
pengganti sabun. Detergen tidak hanya bersifat Hekerlostatik, melainkan juga merupakan Bakterisida. Terutama bakteri bersifat gram positif.
Detergen merupakan senyawa organik,
yang karena strukturnya dapat berikatan dengan air dengan molekul-molekul
organik non-polar. Molekul detergen memiliki satu ujung hidrofilik yang dapat
bercampur dengan air. Oleh karenanya molekul detergen akan menempel pada
permukaan bahan organik dengan ujung hidrofiliknya mengarah ke air. Detergen
mungkin bermuatan listrik (ionik), mungkin pula tidak ionik. Detergen yang
ionik biasanya tidak merupakan desinfektan yang baik dalam beberapa hal dapat
menyongkong pertumbuhan kuman dan jamur. Dari detergen ionik, maka yang
bermuatan negatif biasanya lemah sifat bakterisidanya terutama terhadap bakteri
Staphylococcus dan beberapa virus,
meskipun tidak efektif terhadap spora.
Nilai sabun yang sesunggguhnya
terletak pada kemampuanya menghilangkan mikroorganisme secara mekanis. Seperti
detergen lain, sabun dapat mengurangi tegangan permukaan sehingga meningkatkan
sifat pembasah air yang didalamnya terlarut sabun. Air bersabun dapat
mengemulsikan dan menghilangkan minyak kotoran. Mikroorganisme menjadi
terperangkap di dalam busa dan hilang setelah dibilas dengan air.
2.
Fenol dan senyawa-senyawa sejenis
Fenol
(asam karbol) untuk pertama kalinya digunakan Lister di dalam ruang bedah
sebagai germisida, untuk mencegah
timbulnya infeksi pascabedah. Pada konsentrasi yang rendah (2-4%) daya bunuhnya
disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif dan selain itu
juga merusak mambran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Fenol
merupakan standar pembanding untuk menentukan aktivitas atau khasiat suatu disinfektan.
3.
Logam-logam berat
Logam-logam berat berfungsi sebagai
anti mikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein
esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn
dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada konsentari yang kecil
saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari
logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat-alat yang terbuat dari logam
dan harganya mahal.
4.
Formaldehida
Suatu larutan formaldehida 40% biasa
disebut formalin. Disinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh
bakteri, virus dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh
manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahan-bahan laboratorium,
alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
5.
Alkohol
Etanol murni kurang daya bunuhnya
terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik. Alkohol
50% sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
6.
Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang
dilarutkan dalam alkohol banyak digunakan orang untuk mendisinfeksikan
luka-luka kecil. Larutan 2% sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar
karenanya, oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan
yodium-tinktur.
7.
Klor dan senyawa klor
Klor banyak digunakan untuk
sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau dengan natrium
merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makanan dan
minum.
8.
Zat warna
Beberapa macam zat warna dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri yang garam positif lebih
peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negatif. Hijau berlian,
hijau metalik, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium
untuk mencegah pertumbuhan bakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai
untuk mendisinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu
diperhatikan supaya zat warna itu tidak sampai kena pakaian.
Ciri-Ciri Suatu Desinfektan yang
Ideal
Tidak ada satupun zat kimia
yang terbaik bagi semua tujuan. Hal ini tidaklah mengherankan, bila mengingat
berbagai ragamnya kondisi yang diperlukan untuk memanfaatkan bahan kimia,
perbedaan di dalam cara kerjanya, serta begitu banyaknya macam sel mikroba yang
harus dimusnahkan. Kalaupun ada suatu desinfektan ideal, maka zat tersebut
haruslah memiliki serangkaian sifat yang hebat pula. Tidaklah akan pernah dijumpai
satu pun persenyawaan yang memiliki sifat-sifat demikian. Walaupun demikian,
spesifikasi yang diuraikan di bawah ini dapat diusahakan untuk dicapai pada
penyaiapan senyawa-senyawa anti mikrobial dan haruslah dipertimbangkan di alam
evaluasi desinfektan yang digunakan untuk tujuan praktis.
1.
Aktivitas anti mikrobial.
Persyaratan yang pertama ialah
kemampuan subsatnsi untuk mematikan mikroorganisme. Pada konsentrasi rendah,
zat tersebut harus mempunyai aktivitas anti mikroba dengan spektrum luas, artinya
harus dapat mematikan barbagai macam mikroba.
2.
Kelarutan.
Substansi itu harus dapat larut
dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai pada taraf yang diperlukan untuk
dapat digunakan secara efektif.
3.
Stabilitas.
Perubahan yang terjadi pada
substansi itu bila dibiarkan beberapa lama harus seminimal mungkin dan tidak
boleh mengakibatkan kehilangan sifat anti mikrobialnya dengan nyata.
4.
Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain.
Idealnya persenyawaan itu harus bersifat
letal bagi mikroorganisme dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan
lain.
5.
Keseragaman (homogeneity).
Didalam
penyiapan, komposisinya harus seragam sehingga bahan aktifnya selalu terdapat
pada setiap aplikasi. Bahan kimia memang seragam, tetapi campuran berbagai
bahan belum tentu serba sama.
6.
Tidak bergabung dengan bahan organik lain.
Apabila
desinfektan semacam itu digunakan dalam keadaan yang banyak mengandung
bahan organik maka sebagian besar dari disinfektan itu akan menjadi aktif.
7.
Aktivitas anti mikrobial pada suhu kamar atau suhu tubuh.
Tidaklah
perlu dinaikan suhu sampai diatas suhu yang biasanya dijumpai di lingkungan
tempat digunakannya senyawa itu.
8.
Kemampuan untuk menembus.
Kecuali bila substansi itu dapat
menembus permukaan, maka aksi antimikrobialnya hanya terbatas pada situs
aplikasinya saja. Sudah barang tentu, kadang-kadang memang hanya
diperlukan aksi permuakaan.
9.
Tidak menimbulkan karat dan warna.
Senyawa
itu tidak boleh menimbulakan karat sebab bila tidak demikian maka akan
menimbulkan cacat pada logam dan tidak boeh menimbulkan warna merusak lain.
10. Kemampuan
menghilangkan bau yang kurang sedap.
Kemampuan suatu zat mendisinfeksi
juga sambil menghilangkan bau tak sedap merupakan sifat yang dikehendaki. Yang
ideal ialah bila disinfektan itu sendiri tidak berbau atau hendaknya berbau
sedap.
11. Kemampuan
sebagai detergen.
Suatu
desinfektan yang juga merupakan detergen mempunyai keuntungan bahwa efeknya
sebagai pembersih memperbaiki keefektifannya sebagai desinfektan.
12. Ketersediaan
dan biaya.
Senyawa
itu harus tersedia dalam jumlah besar dengan harga yang pantas.
Antibiotik
Antimikroba adalah suatu subsatnsi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau di
bentuk dan di hasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang
sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain.
Antibiotika tersebar di alam dan memegang peran penting dalam mengatur populasi
mikroba dalam tanah, air, limbah dan kompos. Antibiotika berbeda dalam susunan
kimia dan cara kerjanya. Antibiotika yang kini banyak digunakan kebanyakan dari
genus Bacillus, Penicillium, dan Streptomyces.
Antiboitika yang mempunyai spetrum luas artinya antibiotika yang efektif
digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun spiral, ada
juga antibiotika berspektrum sempit artinya hanya efektif digunakan untuk spesies
tertentu.
Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima yaitu
antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan
membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam
nukleat dan penghambatan sintesis metabolit esensial.
1.
Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini adalah antibiotik
yang merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram
positif maupun gram negatif. Contohnya: Penisilin.
2.
Antibiotik yang merusak membran plasma
Membran plasma bersifat
semipermaebel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit kedalam dan keluar
sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat
menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang (barrier)
osmosis dan menggangu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam
membran. Contohnya: Polimiksin.
3.
Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Antibiotik ini memiliki sperktrum
luas dan bersifat bekterisidal dengan mekanisme penghambat pada sintesis
protein. Antibiotik ini berikatan pada subunit 30S ribosom bakteri (beberapa
terikat juga pada subunit 50S ribosom) dan menghambat translokasi peptidil-tRNA
dari situs A kesitus P, dan menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA dan
mengakibatkan bakteri tidak mampu menyintesis protein vital untuk
pertumbuhannya. Contohnya: Streptomisin.
4.
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Antibiotik ini melakukan
penghambatan pada sitesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi
dan replikasi mikroorganisme. Contonya: Rifamisin.
5.
Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan
terhadap sinetsis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompetitor
berupa anti metabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat
metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur normal bagi enzim
metabolisme. Contohnya: Sulfanilamid.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Ø Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme
yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat
bantuan.
Ø Hal-hal
yang dilakukan dalam pngendalian mikroorganisme meliputi: Sterilisai,
Desinfeksi, Antiseptis, Sanitasi, dll.
Ø Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu pH, suhu, waktu, konsentrasi dan
adanya bahan organik asing kesemuanya itu mungkin turut mempengaruhi laju dan
efisiensi pengahancur mikroba.
3.2 SARAN
Setelah membaca makalah tentang penanganan
mikroorganisme ini, diharapkan agar pembaca dapat mengetahui hal-hal apa saja
yang dapat dilakukan dalam penanganan mikroorganisme. Diharapkan pula pembaca
menyimak penjelasan dosen dengan baik sehingga saat melaksanakan praktikum
tidak mengalami kesulitan. Diharapkan pula agar pembaca dapat lebih aktif saat
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan:
Jakarta.
Greenwood. 1995. Mikrobiologi. UGM Press: Yogyakarta.
Jawetz,E.J.L.
Melnick,E.A. Adelberg,G.E. Brooks,J.S Butel & L.N Ornston.
1995. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 20. EGC: Jakarta.
Pelczar, Michael. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. UI-Press:
Jakarta.
Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga: Jakarta
Sumarno. 2000. Teknik Dasar Pemeliharaan Mikroba. Intan Prawira: Jakarta.
Waluyo, Lud. 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas
Muhamadiah Malang: Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar