Senin, 06 April 2015

PENANGANAN MIKROORGANISME






MENDESKRIPSIKAN TENTANG
PENANGANAN MIKROORGANISME

OLEH:
KELOMPOK 5
SRI BULQIES FAISAL
NURUL HIDAYAH NADJDJAS
HASMAWATI
M. NUR SYAM HIDAYAT
NUR HIKMAH A

AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2013-2014

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yangtelah memberi rahmat dan karunia- Nya sehingga makalah tentang “Penanganan Mikroorganisme” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Anatomi dan Fisiologi Manusia.
           
            Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yangtelah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

 Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



                                   
                                                                                                            Makassar, 20 Maret 2014


                                                                                                            Penyusun
Kelompok 5





BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Mikroorganisme, dalam lingkungan alamiahnya jarang terdapat sebagai biakan murni. Berbagai spesimen tanah atau air boleh jadi mengandung bermacam-macam spesies cendawan, protozoa, algae, bakteri dan virus. Baik secara langsung maupun tak langsung, bahan buangan dari manusia dan hewan, jasad mereka, serta jaringan tumbuh-tumbuhan dibuang atau dikubur dalam tanah. Setelah beberapa lama, bahan-bahan tersebut berubah menjadi komponen organik dan beberapa komponen anorganik tanah. Perubahan-perubahan ini dilakukan oleh mikroorganisme yaitu perubahan bahan organik menjadi substansi yang menyediakan nutrient bagi dunia tumbuhan. Tanpa aktivitas mikroba maka segala kehidupan di bumi ini lambat laun akan terhambat. Maka, perubahan organik dan anorganik di dalam tanah adalah dilakukan oleh mikroorganisme yang dikenal sebagai mikroba di tanah.
Mikrobiologi adalah suatu cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang mikroorganisme dan interaksi mereka dengan organisme lain dan lingkungannya.
Sejarah tentang mikroba dimulai dengan ditemukannya mikroskop oleh Leeuwenhoek (1633-1723). Mikroskop temuan tersebut masih sangat sederhana, dilengkapi satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya antara 50-300 kali.
Istilah bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa yunani) yang berarti tongkat atau batang. Morfilogi bakteri terbagi atas 3 macam yaitu, pertama bentuk basil atau basillus, basil berbentuk seperti tongkat pendek agak silindris bentuk basil hampir meliputi seluruh bakteri, bentuk coccus (bulat). Kedua bentuk coccus adalah bentuk bakteri seperti bola-bola kecil, pada golongan ini tidak sebanyak pada golongan berbentuk basil. Ketiga adalah bentuk  spiril (spiral), bentuk spiril adalah bentuk bakteri yang berbentuk seperti spiral atau panjang berbengkok-bengkok.
Pada saat sekarang ini, dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan, maka semakin tinggi pula rasa ingin tahu seseorang terhadap apa yang terdapat di alam sampai pada mikrooorganisme yang tidak dapat dilihat jelas dengan mata tanpa menggunakan alat bantu yang berukuran mikro. Dari hal inilah muncul ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang mikroorganisme tersebut yang disebut dengan mikrobiologi. Para peniliti mulai mencari tahu akan apa yang terkandung pada mikroorganisme tersebut.
Dalam bidang penelitian mikroorganisme ini, tentunya menggunakan teknik atau cara-cara khusus untuk mempelajarinya dan bekerja pada skala laboratorium untuk meneliti mikroorganisme ini baik sifat dan karakteristiknya, tentu diperlukan pula tentang bagamana caranya menumbuhkan suatu mikroba ke dalam suatu media, karena kita tahu bahwa beragamnya persyaratan tumbuh mikroba, maka harus dimengerti jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh mikroba dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya. Mikroba amat beragam, baik dalam persyaratan nutrient maupun fisiknya. Jadi, media yang digunakan harus mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh mikroba tersebut.
Untuk mengenal lebih jauh tentang penyiapan medium untuk suatu mikroba, maka diadakanlah praktikum ini, dimana dalam prakitukum ini praktikan diwajibkan mampu mengetahui cara-caranya mulai dari awal sampai akhir melalui bimbingan dari kakak asisten.


1.2  RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dari mikroorganisme?
2.      Apa saja bentuk-bentuk dalam penanganan mikroorganisme?
3.      Hal-hal apa saja yang dilakukan dalam pengendalian atau pengontrolan mikroorganisme?
4.      Bahan kimia apa saja yang digunakan dalam pengendalian atau pengontrolan mikroorganisme?







1.3  TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian dari mikroorganisme.
2.      Mengetahui dan memahami apa saja bentuk-bentuk dalam penanganan mikroorganisme.
3.      Mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang dilakukan dalam pengendalian atau pengontrolan mikroorganisme.
4.      Mengetahui bahan kimia apa saja yang digunakan dalam pengendalian atau pengontrolan mikroorganisme.


1.4  MANFAAT
Dengan adanya makalah  ini, maka pembaca tidak hanya mengetahui pengertian dari mikroorganisme saja, tetapi dapat mengetahui dan memahami lebih jauh tentang bahan-bahan yang digunakan dalam penanganan mikroorganisme dan  mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan dalam penanganan mikroorganisme serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.















BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  PENGERTIAN MIKROORGANISME
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang Virus juga termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.
Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi. Orang yang bekerja di bidang ini disebut mikrobiolog. Mikroorganisme biasanya dianggap mencakup semua prokariota, protista, dan alga renik. Fungi, terutama yang berukuran kecil dan tidak membentuk hifa, dapat pula dianggap sebagai bagiannya, meskipun banyak yang tidak menyepakatinya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa yang dapat dianggap mikroorganisme adalah semua organisme sangat kecil yang dapat dibiakkan dalam cawan petri atau inkubator di dalam laboratorium dan mampu memperbanyak diri secara mitosis.
 Mikroorganisme berbeda dengan sel makrooganisme. Sel makroorganisme tidak bisa hidup bebas di alam melainkan menjadi bagian dari struktur multiselular yang membentuk jaringan, organ, dan sistem organ. Sementara, sebagian besar mikrooganisme dapat menjalankan proses kehidupan dengan mandiri, dapat menghasilkan energi sendiri, dan bereproduksi secara independen tanpa bantuan sel lain.
Mikroorganisme sebagai mahluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat memerlukan energi dan bahan-bahan untuk membangun tumbuhannya, seperti dalam sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel yang lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk memanfaatkan bahan-bahan tersebut, maka sel memerlukan suatu kegiatan-kegiatan, sehingga menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang terarah yang berlangsung di dalam sel ini disebut metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam sel tersebut, hanya dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut katalisator organik atau biasa disebut biokatalisator yang dinamakan enzim. Untuk dapat memahami tentang nutrisi dan metabolisme ini, pengetahuan dasar biokomia sangat dibutuhkan.


2.2  BENTUK PENANGANAN MIKROORGANISME
Penanganan  mikroorganisme tidak hanya dalam hal pengendalian/pemusnahan mikroba, tetapi juga dalam  hal pengontrolan pertumbuhan dan perkembang biakan mikroorganisme tersebut.

v Pengendalian Mikroorganisme
Pengendalian mikroorganisme adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk:
ü  Menghambat/mengurangi jumlah atau aktivitas mikroorganisme.
ü  Membasmi atau mematikan mikroorganisme (terutama untuk yang terinfeksi mikroorganisme).

Alas an dilakukannya pengendalian mikroorganisme ini adalah:
ü  Mencegah penyebaran penyakit dan penyakit infeksi.
Mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur memiliki dampak berbahaya apabila tidak dikontrol, seperti TBC yang disbabkan oleh bakteri, Influenza yang disebabkan oleh virus, dan masih banyak penyakit lain yang apabila dibiarkan dapat menimbulkan kematian.
ü  Membasmi mikroorganisme pada tanaman/inang yang terinfeksi.
Tidak hanya manusia, hewan, bahkan tanaman pun dapat terinfeksi oleh mikroorganisme, untuk itu perlu dilakukan pencegahan agar tidak menyebar ketanaman lain.
ü  Mencegah pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme.
Adakalanya pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme sangat dibutuhkan dalam hal pembuatan pupuk kompos, tapi adakalanya juga tidak diinginkan, misalnya perusakan atau pembusukan salah satu jaringan tubuh yang dapat menimbulkan kecacatan, untuk itu perlu dicegah.


                       

Proses-proses yang dapat dilakukan dalam pengendalian mikroorganisme
1.     Sterilisasi
Sterilisasi merupakan kegiatan untuk mengeliminasi semua bentuk kehidupan yang meliputi sel vegetative, spora dan virus. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membunuh mikroorganisme sampai ke spora-sporanya, yang terdapat di dalam alat atau bahan makanan. Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehide, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh filtrasi  (Curtis, 1999).
Macam-macam sterilisasi :
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi.
1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
· Pemanasan
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf
· Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.
3. Sterilisaisi secara kimiawi  biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.

Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh proses sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng seperti kornet, sarden dan sebagainya. Perkembangan teknologi prosesing yang memiliki tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan juga mengurangi waktu prosesing menjadikan teknik serilisasi terus dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang dibutuhkan bahan dipengaruhi oleh: resistensi mikroorganisme dan enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah atau kemasan yang disterilkan, keadaan fisik bahan.
Sterilisasidengan udara kering, alat yang umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabunng reaksi dan alat gelas lainnya. bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat disterilkan dengan alat ini. pada umunhya suhu yang digunakan pada sterilisasi secara kering adalah 170 - 180 C selama palinng sedikit 2 jam. Lama isterilisasi tergantung pada alat dan jumlahnya.
Sterilisasi dengan uap air panas, bahan yang mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer dengan suhu 1000Cdalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan pada suhu 1000C selama 30 menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan pada suhu kamr 24 jam untuk memberi kesempatan spora tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri berspora belum mati dengan cara ini sehingga dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air bertekanan.
Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk steriliasasi ini alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi dengan air kemudian bahan dimasukkan. Panaskan sampai mendidih dan dari katup pengaman kelaur uap air dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik sampai 1210C dan biarkan selama 15 menit (untuk industri pengalengan ada perhitungan tersendiri), lalu biarkan dingin sampai tekanan normal dan klep pengaman dibuka, cara ini akan mematikan spora dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora sehingga lebih cepat. Cara mana yang dipilih tergantung bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk bahan yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak dapat dipakai.

2.     Desinfeksi
Desinfeksi merupakan kegiatan mengeliminasi/membunuh bentuk-bentuk vegetative dari sebagian besar organism yang berbahaya dan pathogen, tetapi tidak ditujukan untuk semua mikroba.
Desinfeksi dapat juga diartikan sebagai kegiatan menghancurkan atau membunuh kebanyakan organisme patogen pada benda atau instrumen dengan menggunakan campuran zat kimia cair yang bersifat nonselektif. Hasil proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:          
1. Beban organik (beban biologis) yang dijumpai pada benda.         
2. Tipe dan tingkat kontaminasi mikroba.      
3. Pembersihan/dekontaminasi benda sbelumnya.     
4. Konsentrasi desinfektan dan waktu pajanan.        
5. Struktur fisik benda.          
6. Suhu dan pH dari proses desinfeksi.
Terdapat 3 tingkat desinfeksi, yaitu: 
a.  Desinfeksi tingkat tinggi, dengan membunuh semua organisme dengan     perkecualian spora bakteri.  
b. Desinfeksi tingkat sedang, dengan membunuh bakteri dan jamur kecuali spora bakteri.
c. Desinfeksi tingkat rendah, dengan membunuh kebanyakan bakteri, beberapa virus dan beberapa jamur tetapi tidak dapat membunuh mikroorganisme yang resisten seperti basil tuberkel dan spora bakteri.

3.     Sanitasi
Biasanya sanitasi ini sangat diperlukan dalam penyiapan proses diindutri makanan atau alat-alat dirumah sakit. Dalam hal ini, sanitasi adalah pengurangan populasi bakteri hingga tingkat aman sesuai dengan standar umum kesehatan, atau cara untuk mengurangi sejumlah mikroba sampai tidak menimbulkan kerugian baik secara kimiawi dan fisikawi. Jadi, Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar populasi mikroba.
4.     Antiseptis
Anti Septik yaitu suatu zat atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara selektif. Antiseptis  Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.Tujuannya yaitu memusnahkan semua kuman-kuman patogen, tetapi spora dan virus yang mempunyai daya tahan yang sangat kuat sehingga masih tetap hidup. 

Macam-macam bahan yang sering digunakan untuk antiseptik
1.Ethyl alcohol
 Larutan alkohol yang dipakai sebaiknya 65-85% karena daya kerjanya              akan menurun bila dipakai konsentrasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. 

2.Jodium Tinctura.
Larutan 2% jodium dalam alkohol 70% adalah suatu desinfeksi yang sangat kuat. Larutan ini dipakai untuk mendisinfeksi kulit dengan membasmi kuman-kuman yang ada pada permukaan kulit.
Antiseptik ini bertujuan untuk menghambat atau merusak mikroorganisme dipermukaan suatu jaringan hidup sehingga dapat mencegah infeksi.
Penggunaan desinfektan/antiseptic:
1. Desinfeksi kulit secara umum (Pre Operasi) dengan larutan savlon 1:30 dalam   alkohol 70%. Hibiscrup 0,5% dalam alkohol 70%.
2. Desinfeksi tangan dan  kulit dengan Chlorrhexidine 4% (hibiscrup) minimal 2 menit.
3. Untuk kasus Obgin (persiapan partus, vulva hygiene, neonatal hygiene). Hibiscrup 0,5% dalam Aquadest Savlon 1:300 dalam aqua hibiscrup.

Keempat proses diatas disebut juga proses Dekontaminasi, yaitu membuang semua material yang tampak (debu, kotoran) pada benda, lingkungan, permukaan kulit dengan menggunakan sabun, air dan gesekan. Tujuan prosedur dekontaminasi adalah untuk:       
1. Mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau permukaan lingkungan.
2. Untuk membuang kotoran yang tampak.   
3. Untuk membuang kotoran yang tidak terlihat (Mikroorganisme).
4. Untuk menyiapkan semua permukaan untuk kontak langsung dengan alat pensteril atau desinfektan.   
5. Untuk melindungi personal dan pasien.     

5.     Pengawetan
Pengawetan  merupakan suatu proses penambahan zat atau bahan kedalam suatu produk. Pengawetan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan suatu produk akibat mikroorganisme.

6.     Chemotherapy
Chemotherapy adalah suatu perlakuan terhadap suatu penyakit, salah satunya dengan cara pemberian antibiotika.



7.      Pengendalian Mikroba dengan Suhu Panas lainnya     
a)    Pasteurisasi : Proses pembunuhan mikroba patogen dengan suhu terkendali berdasarkan  waktu kematian termal bagi tipe patogen yang paling resisten untuk dibasmi. Dalam proses pasteurisasi yang terbunuh hanyalah bakteri patogen dan bakteri penyebab kebusukan namun tidak pada bakteri lainnya. Pasteurisasi biasanya dilakukan untuk susu, rum, anggur dan makanan asam lainnya. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit.      
b)    Tyndalisasi : Pemanasan yang dilakukan biasanya pada makanan dan minuman kaleng. Tyndalisasi dapat membunuh sel vegetatif sekaligus spora mikroba tanpa merusak zat-zat yang terkandung di dalam makanan dan minuman yang diproses. Suhu pemanasan adalah 65oC selama 30 menit dalam waktu tiga hari berturut-turut.           
c)     Boiling : Pemanasan dengan cara merebus bahan yang akan disterilkan pada suhu 100oC selama 10-15 menit. Boiling dapat membunuh sel vegetatif bakteri yang patogen maupun non patogen. Namun spora dan beberapa virus masih dapat hidup. Biasanya dilakukan  pada alat-alat kedokteran gigi, alat suntik, pipet, dll.
d)    Red heating : Pemanasan langsung di atas api bunsen burner (pembakar spiritus) sampai berpijar merah. Biasanya digunakan untuk mensterilkan alat yang sederhana seperti jarum ose.
e)    Flaming : Pembakaran langsung alat-alat laboratorium  diatas pembakar bunsen  dengan alkohol atau spiritus tanpa terjadinya pemijaran.

8.      Pengendalian Mikroba dengan Radiasi       
Bakteri terutama bentuk sel vegetatifnya dapat terbunuh dengan penyinaran sinar ultraviolet (UV) dan sinar-sinar ionisasi.           
a)    Sinar UV : Bakteri yang berada di udara atau yang berada di lapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar UV akan mati.       
b)    Sinar Ionisasi :
yang termasuk sinar ionisasi adalah sinar X, sinar alfa, sinar beta dan sinar gamma. Sterilisasi dengan sinar ionisasi memerlukan biaya yang besar dan biasanya hanya digunakan pada industri farmasi maupun industri kedokteran.
-     Sinar X : Daya penetrasi baik namun perlu energi besar.     
-     Sinar alfa : Memiliki sifat bakterisidal tetapi tidak memiliki daya penetrasi.
-     Sinar beta : Daya penetrasinya sedikit lebih besar daripada sinar X.          
-     Sinar gamma : Kekuatan radiasinya besar dan efektif untuk sterilisasi bahan makanan.

9.      Pengendalian Mikroba dengan Filtrasi        
Ada dua filter, yaitu filter bakteriologis dan filter udara.           
a)     Filter bakteriologis biasanya digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap pemanasan, misalnya larutan gula, serum, antibiotika, antitoksin, dll. Teknik filtrasi prinsipnya menggunakan penyaringan, dimana yang tersaring hanyalah bakteri saja. Diantara jenis filter bakteri yang umum digunakan adalah : Berkefeld (dari fosil diatomae), Chamberland (dari porselen), Seitz (dari asbes) dan seluosa.          
b)    Filter udara berefisiensi tinggi untuk menyaring udara berisikan partikel (High Efficiency Particulate Air Filter atau HEPA) memungkinkan dialirkannya udara bersih ke dalam ruang tertutup dengan sistem aliran udara laminar (Laminar Air Flow).


10.   Pengendalian Mikroba dengan Bahan Kimia     
Saat ini, telah banyak agen kimia yang berpotensi untuk membunuh atau menghambat mikroba. Penelitian dan penemuan senyawa kimia baru terus berkembang. Agen kimia yang baik adalah yang memiliki kemampuan membunuh mikroba secara cepat dengan dosis yang rendah tanpa merusak bahan atau alat yang didisinfeksi. 
Pada prinsipnya, cara kerja agen kimia ini digolongkan menjadi :          
a)     Agen kimia yang merusak membran sel mikroba.    
b)     Agen kimia yang merusak enzim mikroba.  
c)     Agen kimia yang mendenaturasi protein.    

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas agen kimia di dalam mengendalikan mikroba, yaitu :     
a)     Konsentrasi agen kimia yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasinya maka efektivitasnya semakin meningkat.         
b)     Waktu kontak. Semakin lama bahan tersebut kontak dengan bahan yang disterilkan maka hasilnya akan semakin baik.           
c)     Sifat dan jenis mikroba. Mikroba yang berkapsul dan berspora lebih resisten dibandingkan yang berkapsul dan berspora.   
d)     Adanya bahan organik dan ekstra. Adanya bahan-bahan organik dapat menurunkan efektivitas agen kimia.       
e)     pH atau derajat keasaman. Efektivitas bahan kimia dapat berubah  seiring dengan perubahan pH.     

a) Agen Kimia yang merusak membran sel     
1.     Golongan Surfaktans (Surface Active Agents), yaitu golongan anionik, kationik dan nonionik.     
2.     Golongan fenol.       
b) Agen Kimia merusak enzim 
1.   Golongan logam berat seperti arsen, perak, merkuri, dll.       
2.   Golongan oksidator seperti golongan halogen, peroksida hidrogen dan formaldehid.
c) Agen Kimia yang menyebabkan denaturasi protein          
Agen kimiawi yang menyebabkan terjadinya koagulasi dan presipitasi protoplasma, seperti alkohol, gliserol dan bahan-bahan asam dan alkalis.

Kondisi yang Mempengruhi Keefektifan Aktivitas Agen Antimikroba
·         Ukuran Populasi size-populasi besar memerlukan waktu yang lama untuk membunuhnya dibandingkan dengan populasi kecil
·         Populasi terdiri dari spesies atau sel berbeda dengan fase pertumbuhan yang berbeda pula (seperti, endospora vs sel vegetatif atau sel muda vd sel tua) perbedaan ditandai dengan sensitivitas mereka pada bermacam-macam agen
·         Konsentrasi atau intensitas antimikroba-konsentrasi atau intensitas lebih tinggi biasanya lebih efisien, namun hubungannya tidak linier
·         Lama waktu pemaparan-semakin lama pemaparan, memperbanyak jumlah organisme yang terbunuh
·         Temperatur-temperatur lebih tinggi biasanya (namun tidak selalu) meningkatkan efektivitas pembunuhan
·         Lingkungan sekitarnya-faktor lingkungan, seperti pH, viskositas, dan konsentrsi bahan organik dapat sangat mempengaruhi efektivitas partikel egen antimikroba.
Prinsip Kerja Bahan Antimikroba
Bahan-bahan antimikroba mmiliki prinsip kerja tersendiri, yaitu:
·         Kerusakan dinding sel atau menhambat sintesis dinding sel.
·         Perbahan permabilitas membrane sitoplasma.
·         Perubahan molekul protein dan asam nukleat.
·         Penghambatan kerja enzim.
·         Penghambatan sintesis dalam nukleat dan protein.

v Pengontrolan Mikroorganisme
Banyak zat-zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organik yang kompleks seperti persenyawaan amonium kuaterner. Berbagai substansi tersebut menujukkan efek anti mikroba dalam berbagai cara dan terhadap berbagai macam mikroorganisme. Efeknya terhadap permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda, ada yang serasi dan ada yang bersifat merusak. Karena ini dan juga karena variabel-variabel lain, maka perlu sekali diketahui terlebih dahulu perilaku suatu bahan kimia sebelum digunakan untuk penerapan praktis tertentu.

Adapun anti mikroba yang digunakan dalam pengontrolan/pencegahan mikroorganisme ini adalah:
ü  Mikrobisida /Microbicidal Agents (cide=kill)
Yang artinya adalah membasmi atau membunuh mikroba.
ü  Mikrobistatik /Microbistatic (static=standstill)
Yaitu menghambat pertumbuhan dan multiplikasi mikroba shingga mencegah peningkatan jumlah mikroorganisme. Mikrobistatik ini tidak membunuh atau membasmi mikroba.


ü  Germicidal
Yaitu istilah yang umum digunakan sebagai bahan yang dapat mengurangi dan menghilangkan mikroorganisme.
ü  Bakterisida
Yaitu bahan atau senyawa yang dapat membunuh bakteri.
ü  Bakteristatik
Yaitu bahan atau senyawa yang dapat mengahambat pertumbuhan bakteri.
ü  Sporosida
Yaitu bahan atau senyawa yng dapat membunuh endospora bakteri.
ü  Fungisida = Fungistatik
Yaitu bahan atau senyawa yang ditujukan unuk fungi/jamur.
ü  Virusida – Viristatik
Yaitu bahan atau senyawa yang ditujukan untk virus.

Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan anti mikroba kimiawi untuk tujuan praktis
1.        Sifat bahan yang akan diberi perlakuan.
Suatu zat kimia yang digunakan untuk mendispersi perabotan terkontaminasi mungkin tidak baik bila digunakan untuk kulit karena dapat amat merusak sel-sel jariangan kulit. Dengan demikian maka harus dipilih zat serasi (compatible) dengan bahan yang akan dikenalinya.
2.        Tipe mikroorganisme.
Tidak semua mikroorganisme sama rentannya terhadap sifat menghambat atau mematikan suatu zat kimia tertentu. Karena itu harus dipilih zat yang telah diketahui efektif terhadap suatu tipe mikroorganisme yang akan dibasmi. Sebagai contoh, spora bersifat lebih resisten dari pada sel-sel vegetatif. Bakteri gram positif dan gram negatif memiliki kerentanan yang berbeda: misalnya Escherichia coli (gram negatif) jauh lebih resisten terhadap desinfektan kationik dari pada Staphylococcus aureus (gram positif). Galur-galur yang berbeda dari pada spesies yang sama juga memiliki kerentanan berbeda terhadap suatu zat anti mikrobial tertentu.


3.        Keadaan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi yaitu suhu, pH, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik asing kesemuanya itu mungkin turut mempengaruhi laju dan efisiensi penghancur mikroba.

Metode pengukuran zat antimikrobial dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri secara in vitro, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.        Diffusion test (Metode Kirby Baurer)
Metode difusi ini adalah metode yang sering digunakan. Obat diserap ke dalam kertas disc, kemudian ditempelkan pada kultur bakteri di agar plate. Setelah diinkubasi diameter zona hambat diukur. Diameter zona penghambat merupakan pengukur MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba.
2.        Dilution test (Minimal Inhibition Consentration)
Obat dilarutkan ke dalam kaldu (broth dilution) dan di dalam agar-agar (agar dilution), kemudian ditanami bakteri yang akan diperiksa.

Faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambat dan harus dikontrol
1.        Konsentrasi mikroba pada permukaan medium. Semakin tinggi konsentrasi mikroba maka zona pengahambatan akan semakin kecil.
2.        Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium pada cawan petri maka zona pengahambat akan semakin kecil.
3.        Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam dan beberapa basa alkali/basa.
4.        Kondisi aerob/anaerob. Beberapa antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi aerob yang lainnya pada kondisi aerob.

Klasifikasi kekuatan anti bakterial adalah sebagai berikut:
1.        Daerah hambat 20 mm atau lebih berarti sangat kuat.
2.        Daerah hambat 10-20 mmberarti kuat.
3.        Daerah hambat 5-10 mm berati sedang.
4.        Daerah hambat 5 mm berarti lemah

Faktor-faktor yang mempengaruhi zona hambat adalah:
1.        Kekeruhan suspensi bakteri. Kurang keruh, zona hambat lebih besar. Lebih keruh diameter zona hambatan makin sempit.
2.        Waktu pengeringan/pengeresapan suspensi bakteri kedalam Moellerhiton Agar. Tidak boleh lebih dari batas waktu yang dibolehkan. Karena dapat mempersempit diameter zona hambatan.
3.        Temperatur inkubasi. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada 35oC, kadang-kadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya.
4.        Waktu inkubasi. Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari 16 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sukar dibaca/diameter zona hambatan lebih besar. Lebih dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga zona hambatan makin sempit.
5.        Tebalnya agar-agar. Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi obat lebih cepat, lebih dari itu difusi obat akan terjadi lambat.
6.        Jarak antara disc obat. Yang dianjurkan minimal 15 mm, untuk menghindari terjadinya zona hambatan yang tumpang tindih.

Di alam jarang mikrooganisme yang mati akibat zat-zat kimia. Hanya manusia dalam usahanya untuk membebaskan diri dari kegiatan mikroba meramu zat-zat yang dapat meracuni mikroorganisme, tetapi tidak meracuni dirinya sendiri atau maracuni makanan. Zat-zat yang hanya menghambat pembiakan mikroorganisme dengan tiada membunuhnya dinamakan zat antiseptik. Dan istilah lain, yakni desinfektan. Antiseptik dan desinfektan dapat merupakan zat yang sama tetapi berbeda dalam cara penggunanaannya: antiseptik dipakai terhadap jaringan hidup, sedangkan desinfektan dipakai untuk bahan-bahan tidak bernyawa.
Desinfektan merupakan proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Agen desinfektan adalah disinfektan, yang biasanya merupakan zat kimiawi dan digunakan untuk objek-objek tak hidup. Desinfektan tidak menjamin objek menjadi steril karena spora viabel dan beberapa mikroorganisme tetap dapat tersisa.
Antiseptis merupakan proses pencegahan infeksi dengan cara inaktivasi atau mematikan mikroorganisme dengan cara kimia. Agen antiseptis disebut antiseptik. Proses ini merusak jaringan inang dan tidak setoksik desinfektan. Substansi yang dapat membunuh mikroorganisme umumnya memiliki nama dengan akhiran–sida  (cide). Contohnya Germisida (germicide) yang membunuh banyak patogen tetapi tidak berefek pada endospora Bakteri, Bakterisida, Fungisida, Aglasida, Virusida. Sedangkan substansi yang tidak bersifat membunuh mikroorganisme dan hanya berfungsi untuk menghambat pertumbuhan umumnya memiliki nama berakhiran–statik (static). Contohnya Fingistatik dan Bakteriostatik.

Beberapa Desinfektan dan Antiseptik
            Zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas garam-garam logam, fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis, formaldehida, alkohol, yodium, klor dan persenyawaan klor, zat warna, detergen, sulforamida dan antibiotic.
            Tidak ada satupun zat kimia yang terbaik bagi semua tujuan. Hal ini tidaklah mengherankan, bila mengingat berbagai ragamnya kondisi yang diperlukan untuk memanfaatkan bahan kimia, perbedaan di dalam cara kerjanya, serta begitu banyaknya macam sel mikroba yang harus dimusnahkan. Contoh zat kimia tersebut dapat berupa:
1.        Detergen
Zat pengurangan tekanan permukaan atau zat pembasah yang terutama digunakan untuk membersihkan permukaan benda disebut detergen. Salah satu contohnya ialah sabun. Tetapi sabun tidak bekerja dengan baik dalam air sadah. Karena itu kini telah dikembangkan bahan pembersih baru yang lebih efisien yang disebut surfaktan atau detergen sintesis. Zat tersebut tidak membentuk endapan dalam air alkalin ataupun asam, serta tidak beraksi dengan mineral yang terdapat dalam air sadah dan membentuk endapan.
Sabun biasa tidak banyak khasiatnya zat pembunuh bakteri (Bakterisida) tetapi kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang mengandung ion detergen banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen tidak hanya bersifat Hekerlostatik, melainkan juga merupakan Bakterisida. Terutama bakteri bersifat gram positif.
Detergen merupakan senyawa organik, yang karena strukturnya dapat berikatan dengan air dengan molekul-molekul organik non-polar. Molekul detergen memiliki satu ujung hidrofilik yang dapat bercampur dengan air. Oleh karenanya molekul detergen akan menempel pada permukaan bahan organik dengan ujung hidrofiliknya mengarah ke air. Detergen mungkin bermuatan listrik (ionik), mungkin pula tidak ionik. Detergen yang ionik biasanya tidak merupakan desinfektan yang baik dalam beberapa hal dapat menyongkong pertumbuhan kuman dan jamur. Dari detergen ionik, maka yang bermuatan negatif biasanya lemah sifat bakterisidanya terutama terhadap bakteri Staphylococcus dan beberapa virus, meskipun tidak efektif terhadap spora.
Nilai sabun yang sesunggguhnya terletak pada kemampuanya menghilangkan mikroorganisme secara mekanis. Seperti detergen lain, sabun dapat mengurangi tegangan permukaan sehingga meningkatkan sifat pembasah air yang didalamnya terlarut sabun. Air bersabun dapat mengemulsikan dan menghilangkan minyak kotoran. Mikroorganisme menjadi terperangkap di dalam busa dan hilang setelah dibilas dengan air.
2.        Fenol dan senyawa-senyawa sejenis
Fenol (asam karbol) untuk pertama kalinya digunakan Lister di dalam ruang bedah sebagai germisida, untuk mencegah timbulnya infeksi pascabedah. Pada konsentrasi yang rendah (2-4%) daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan protein secara aktif dan selain itu juga merusak mambran sel dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Fenol merupakan standar pembanding untuk menentukan aktivitas atau khasiat suatu disinfektan.

3.        Logam-logam berat
Logam-logam berat berfungsi sebagai anti mikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada konsentari yang kecil saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik. Tetapi garam dari logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat-alat yang terbuat dari logam dan harganya mahal.

4.        Formaldehida
Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Disinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh bakteri, virus dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahan-bahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.
5.        Alkohol
Etanol murni kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik. Alkohol 50% sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.
6.        Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alkohol banyak digunakan orang untuk mendisinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2% sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar karenanya, oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan yodium-tinktur.
7.        Klor dan senyawa klor
Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau dengan natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makanan dan minum.
8.        Zat warna
Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri yang garam positif lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negatif. Hijau berlian, hijau metalik, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium untuk mencegah pertumbuhan bakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk mendisinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu diperhatikan supaya zat warna itu tidak sampai kena pakaian.
Ciri-Ciri Suatu Desinfektan yang Ideal
 Tidak ada satupun zat kimia yang terbaik bagi semua tujuan. Hal ini tidaklah mengherankan, bila mengingat berbagai ragamnya kondisi yang diperlukan untuk memanfaatkan bahan kimia, perbedaan di dalam cara kerjanya, serta begitu banyaknya macam sel mikroba yang harus dimusnahkan. Kalaupun ada suatu desinfektan ideal, maka zat tersebut haruslah memiliki serangkaian sifat yang hebat pula. Tidaklah akan pernah dijumpai satu pun persenyawaan yang memiliki sifat-sifat demikian. Walaupun demikian, spesifikasi yang diuraikan di bawah ini dapat diusahakan untuk dicapai pada penyaiapan senyawa-senyawa anti mikrobial dan haruslah dipertimbangkan di alam evaluasi desinfektan yang digunakan untuk tujuan praktis.
1.        Aktivitas anti mikrobial.
Persyaratan yang pertama ialah kemampuan subsatnsi untuk mematikan mikroorganisme. Pada konsentrasi rendah, zat tersebut harus mempunyai aktivitas anti mikroba dengan spektrum luas, artinya harus dapat mematikan barbagai macam mikroba.
2.        Kelarutan.
Substansi itu harus dapat larut dalam air atau pelarut-pelarut lain sampai pada taraf yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.
3.        Stabilitas.
Perubahan yang terjadi pada substansi itu bila dibiarkan beberapa lama harus seminimal mungkin dan tidak boleh mengakibatkan kehilangan sifat anti mikrobialnya dengan nyata.
4.        Tidak bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain.
Idealnya persenyawaan itu harus bersifat letal bagi mikroorganisme dan tidak  berbahaya bagi manusia maupun hewan lain.
5.        Keseragaman (homogeneity).
Didalam penyiapan, komposisinya harus seragam sehingga bahan aktifnya selalu terdapat pada setiap aplikasi. Bahan kimia memang seragam, tetapi campuran berbagai bahan belum tentu serba sama.
6.        Tidak bergabung dengan bahan organik lain.
Apabila desinfektan semacam  itu digunakan dalam keadaan yang banyak mengandung bahan organik maka sebagian besar dari disinfektan itu akan menjadi aktif.
7.        Aktivitas anti mikrobial pada suhu kamar atau suhu tubuh.
Tidaklah perlu dinaikan suhu sampai diatas suhu yang biasanya dijumpai di lingkungan tempat digunakannya senyawa itu.
8.        Kemampuan untuk menembus.
Kecuali bila substansi itu dapat menembus permukaan, maka aksi antimikrobialnya hanya terbatas pada situs aplikasinya saja. Sudah barang tentu, kadang-kadang  memang hanya diperlukan aksi permuakaan.
9.        Tidak menimbulkan karat dan warna.
Senyawa itu tidak boleh menimbulakan karat sebab bila tidak demikian maka akan menimbulkan cacat pada logam dan tidak boeh menimbulkan warna merusak lain.
10.    Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.
Kemampuan suatu zat mendisinfeksi juga sambil menghilangkan bau tak sedap merupakan sifat yang dikehendaki. Yang ideal ialah bila disinfektan itu sendiri tidak berbau atau hendaknya berbau sedap.
11.    Kemampuan sebagai detergen.
Suatu desinfektan yang juga merupakan detergen mempunyai keuntungan bahwa efeknya sebagai pembersih memperbaiki keefektifannya sebagai desinfektan.


12.    Ketersediaan dan biaya.
Senyawa itu harus tersedia dalam jumlah besar dengan harga yang pantas.

Antibiotik
            Antimikroba adalah suatu subsatnsi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau di bentuk dan di hasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Antibiotika tersebar di alam dan memegang peran penting dalam mengatur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah dan kompos. Antibiotika berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Antibiotika yang kini banyak digunakan kebanyakan dari genus Bacillus, Penicillium, dan Streptomyces.
            Antiboitika yang mempunyai spetrum luas artinya antibiotika yang efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun spiral, ada juga antibiotika berspektrum sempit artinya hanya efektif digunakan untuk spesies tertentu.
            Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima yaitu antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat dan penghambatan sintesis metabolit esensial.

1.        Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini adalah antibiotik yang merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Contohnya: Penisilin.
2.        Antibiotik yang merusak membran plasma
Membran plasma bersifat semipermaebel dan mengendalikan transpor berbagai metabolit kedalam dan keluar sel. Adanya gangguan atau kerusakan struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan menggangu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam membran. Contohnya: Polimiksin.
3.        Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Antibiotik ini memiliki sperktrum luas dan bersifat bekterisidal dengan mekanisme penghambat pada sintesis protein. Antibiotik ini berikatan pada subunit 30S ribosom bakteri (beberapa terikat juga pada subunit 50S ribosom) dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A kesitus P, dan menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak mampu menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya. Contohnya: Streptomisin.
4.        Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Antibiotik ini melakukan penghambatan pada sitesis asam nukleat berupa penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Contonya: Rifamisin.
5.        Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan terhadap sinetsis metabolit esensial antara lain dengan adanya kompetitor berupa anti metabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur normal bagi enzim metabolisme. Contohnya: Sulfanilamid.































BAB 3
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Ø  Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
Ø  Hal-hal yang dilakukan dalam pngendalian mikroorganisme meliputi: Sterilisai, Desinfeksi, Antiseptis, Sanitasi, dll.
Ø  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu pH, suhu, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organik asing kesemuanya itu mungkin turut mempengaruhi laju dan efisiensi pengahancur mikroba.

3.2  SARAN
Setelah membaca makalah tentang penanganan mikroorganisme ini, diharapkan agar pembaca dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dalam penanganan mikroorganisme. Diharapkan pula pembaca menyimak penjelasan dosen dengan baik sehingga saat melaksanakan praktikum tidak mengalami kesulitan. Diharapkan pula agar pembaca dapat lebih aktif saat praktikum.













DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.

Greenwood. 1995. Mikrobiologi. UGM Press: Yogyakarta.

Jawetz,E.J.L. Melnick,E.A. Adelberg,G.E. Brooks,J.S Butel & L.N Ornston.
1995. Mikrobiologi Kedokteran Ed. 20. EGC: Jakarta.

Pelczar, Michael. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. UI-Press: Jakarta.

Pratiwi, Silvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga: Jakarta

Sumarno. 2000. Teknik Dasar Pemeliharaan Mikroba. Intan Prawira: Jakarta.

Waluyo, Lud. 2008. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhamadiah Malang: Malang.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar